Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
e-DESI, Aplikasi Deteksi Dini Penyakit Hipertensi dari Dinkes Jatim
3 Mei 2023 14:51 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (Dinkes Jatim) meluncurkan e-DESI, sebuah aplikasi deteksi dini faktor risiko hipertensi secara mandiri. Dengan deteksi secara mandiri ini, diharapkan semakin cepat mendeteksi risiko keparahan penyakit yang ditimbulkan akibat Hipertensi.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, dr. Erwin Astha Triyono menjelaskan, aplikasi ini bisa diakses oleh semua masyarakat. Jika dulu untuk menemukan kasus hipertensi merupakan tugas tenaga kesehatan, maka kini masyarakat dapat mendeteksi secara mandiri.
"Sehingga dengan aplikasi yang sangat sederhana itu diharapkan mereka mau mengisi, dan kalau mau mengisi, kalau ternyata terbukti punya kecenderungan penyakit hipertensi, maka di situ ada edukasi untuk didorong masuk ke sistem supaya mereka mengakses layanan kesehatan yang ada," ujarnya, Rabu (3/5).
Kalau yang bersangkutan belum mengakses layanan kesehatan, maka tim kesehatan akan mendatangi kemudian mengajak untuk melakukan pengobatan. Karena kunci dari hipertensi adalah penanganan secara dini.
"Kalau tidak berhasil, memang kita melakukan edukasi ke masyarakat, jangan sampai hipertensi gandeng teman temannya seperti penyakit jantung, penyakit stroke, penyakit ginjal, yang nanti pengobatannya jauh lebih rumit," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga diharapkan dengan deteksi dini, lebih awal menemukan kecenderungan penyakit hipertensi, maka pengobatannya akan lebih sederhana. Sehingga keberhasilan untuk mencegah kepada komplikasi yang lebih berat, bisa dihindari.
Sementara itu, Koordinator Perhimpunan Dokter Nefrologi Indonesia, dr. Pranawa menjelaskan, pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi dalam percepatan deteksi dini faktor risiko hipertensi ini memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan self assessment.
"Sebetulnya masyarakat melalui aplikasi ini, kalau takut ke Puskesmas, bisa ngukur sendiri, dan dengan aplikasi ini dengan adanya data tadi, kita ( tim kesehatan) bisa mendatangi yang sudah mengisi aplikasi," jelasnya.
Menurut Konsesus InaSH (Indonesian Society of Hypertension) 2020, hipertensi mempunyai faktor risiko kerusakan organ vital yaitu otak, jantung, ginjal, mata yang berlangsung tanpa gejala klinis. Sehingga penderita sering ditemukan pada kondisi komplikasi berat yang berakibat kematian (Silent Killer).
ADVERTISEMENT
"Masalahnya bukan hipertensinya, tapi akibat hipertensi ini bisa mengganggu atau merusak bagian tubuh atau organ tubuh yang lain. Bisa pada jantung, bisa pada ginjal, bisa pada otak, bisa pada mata," imbuhnya.
Selain itu, pembiayaan kesehatan untuk penyakit katastropik, termasuk rangkaian hipertensi, sebesar 83 persen dari seluruh biaya pelayanan kesehatan sekitar Rp 374 triliun pada tahun 2016 sampai dengan 2020.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 prevalensi hipertensi 36,3 persen pada penduduk usia di atas 18 tahun. Dan di Jawa Timur perkiraan penderita hipertensi sebanyak 11.596.351 orang dan yang mendapat pelayanan kesehatan 6.030.102. Masih terdapat 5.617.516 orang yang belum mendapat pelayanan atau Missing Man.