Konten Media Partner

Flexing, Fenomena Pamer Harta Demi Terlihat Cepat Kaya

24 Maret 2022 12:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto: Instagram Doni Salmanan.
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Instagram Doni Salmanan.
ADVERTISEMENT
Belakangan, masyarakat dihebohkan dengan kehadiran sosok crazy rich Indonesia yang kerap memamerkan kekayaannya.
ADVERTISEMENT
Mulai dari Indra Kenz, Doni Salmanan, hingga crazy rich asal Malang Gilang Widya Pramana atau Juragan 99 yang baru-baru ini menyorot perhatian publik.
Dimana Indra Kenz dan Doni Salmanan dinyatakan sebagai tersangka atas kasus penipuan berkedok trading binary option dengan merek aplikasi terpisah. Sementara Juragan 99 mengaku memiliki jet pribadi, namun faktanya klaim kepemilikan kendaraan mewah itu hanya sebuah kebohongan.
Menyoroti hal itu, Nisa Kurnia Illahiati, dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Ilkom Unair) mengatakan, jika apa yang dilakukan para crazy rich ini erat dengan ciri khas flexing atau tren pamer harta di media sosial.
Dimana fenomena penipuan ini sudah ada sejak manusia mengerti cara memenuhi kebutuhan hidup secepat mungkin. Hanya saja, seiring perkembangan teknologi informasi dan dunia maya, korban penipuan dapat digaet dengan mudah.
ADVERTISEMENT
"Media sosial mengizinkan penggunanya untuk menjadi siapapun yang ia mau. Termasuk, menjadi seseorang yang ‘tampaknya’ kaya raya. Pada saat kita berinteraksi di dunia maya, kita secara tidak sadar mencari kesamaan, mengidentifikasi. Misalnya kita lihat mana orang-orang yang kita anggap berhasil. Jika ingin menjadi seperti itu, maka aku harus meniru apa yang orang itu lakukan,” ungkap Nisa, Kamis (24/3).
Nusa menuturkan, jika penipuan semacam itu dilakukan dengan eksposur kontinyu terhadap tema konten senada. Dalam diskursus ilmu komunikasi, hal ini dirujuk sebagai simbol.
Indra Kenz dan Mobil Ferari California. Foto: Youtube/ Indra Kesuma
Simbol ini hadir dalam konten pelaku yang tersebar di media sosial. Sekaligus, mengisyaratkan bahwa semua orang bisa cepat kaya dan sukses dalam waktu singkat.
“Kalo kita denger berkali-kali dan kita terima simbol yang sama secara terus-menerus, maka sesuatu tersebut akan menjadi kebenaran,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan, pada Kanal YouTube Indra Kenz misalnya, penuh dengan tips menghasilkan pemasukan besar dengan waktu singkat dalam trading. Begitu pula akun TikTok-nya yang penuh konten memamerkan barang-barang dengan harga selangit, serupa dengan konten pada kanal YouTube Doni Salmanan.
Selain pamer outfit dan merk tunggangan, aksi kedermawanan juga populer. Terutama demi menyampaikan pesan bahwa mereka tidak hanya kaya, tapi juga berhati malaikat. “Padahal, media sosial itu hanya persona palsu yang mudah sekali diciptakan,” tambah Nisa.
Nisa menyebut, masyarakat Indonesia punya tendensi besar untuk percaya pada apa yang orang katakan daripada mengecek sendiri. Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang luluh pada tampilan berkilau penipu investasi bodong ini.
Terlebih mereka yang sudah terlanjur jadi followers atau subscribers dan mengidolakan para influencers tersebut. “Sebenarnya yang dibeli itu kadang bukan barangnya, tetapi kedekatan emosionalnya,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, Nisa juga menyorot bahwa terdapat tuntutan sosial agar seseorang harus mandiri dan melek secara finansial sedini mungkin. Adanya keinginan untuk cepat kaya ini malah mampu mendorong orang-orang untuk terjerumus pada salah satunya investasi akal-akalan Indra dan Doni ini.
“Kalau ada sesuatu yang too good to be true (terlalu sempurna untuk jadi nyata), biasanya begitu. Pasti ada sesuatu di balik itu semua,” pungkasnya.