Konten Media Partner

Gaji Sudah Banyak Potongan, Pekerja Swasta di Surabaya Protes Soal Tapera

1 Juni 2024 6:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemotongan gaji pekerja. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemotongan gaji pekerja. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken aturan Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat. Dengan demikian maka gaji pekerja termasuk pekerja swasta bakal dipotong sebesar 3 persen tiap bulan mulai 2027.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan, potongan Tapera sebesar 3 persen tersebut, sebanyak 2,5 persen ditanggung oleh pekerja dan 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja.
Sementara bagi pekerja mandiri atau freelancer, mereka wajib menanggung sepenuhnya potongan 3 persen dari penghasilan untuk iuran Tapera.
Kebijakan itu pun mendapat protes dari para pekerja swasta. Salah satunya Adit, pekerja swasta di Surabaya. Pria yang kesehariannya berkantor di kawasan Surabaya Utara ini mengaku keberatan adanya kebijakan Tapera itu.
"Ya keberatan dong. Tiap bulan gaji kita sudah banyak potongan mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS ketenagakerjaan, sampai pajak. Kok sekarang mau dipotong lagi buat Tapera. Bisa habis dong gajiannya," keluh Adit kepada Basra, (31/5).
Adit kian keberatan karena sudah memiliki cicilan rumah sendiri. Sehingga tak perlu lagi gajinya harus dipotong untuk iuran Tapera.
"Saya sekarang posisinya sudah nyicil rumah sendiri, sehingga nggak perlu lah harus bayar iuran Tapera itu. Buat apa juga (rumah dari Tapera)? Malah makin berat buat saya, apalagi gaji juga naiknya setiap tahun maksimal hanya 8 persen," ketus Adit.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Adit, Lilik salah satu pekerja swasta di Surabaya Timur juga keberatan dengan adanya kebijakan Tapera tersebut.
Menurut Lilik, kebijakan tersebut kurang transparan. Apalagi belum ada pemberitahuan secara resmi dari manajemen perusahaan tempatnya bekerja.
"Kantor belum ada info apa-apa soal Tapera. Mungkin juga masih nunggu info detilnya. Kok kesannya tidak transparan gitu ya kebijakan itu, tiba-tiba kita disuruh bayar iuran Tapera. Mana katanya nanti iuran itu sifatnya wajib," ujar perempuan berkacamata ini.
Lilik masih mempertanyakan 'nasib' uang iuran Tapera tersebut andai kata pekerja yang bersangkutan sudah tidak lagi bisa bekerja di tempat tersebut.
"Misalnya kita resign gitu setahun setelah bayar Tapera. Nah nasib uang Tapera kita ini bagaimana, apalagi kan perusahaan juga ikut bayar sebesar 0,5 persen setiap bulannya," keluhnya.
ADVERTISEMENT
Lilik menilai kebijakan terkait Tapera meski dibilang bertujuan baik agar setiap pekerja bisa memiliki rumah, namun nantinya justru akan membebani para pekerja seperti dirinya.
"Ya berat lah, potongan kita itu sudah banyak setiap bulannya. Apalagi kalau harga kebutuhan pokok juga naiknya gila-gilaan seperti beberapa waktu lalu," tukas Lilik.
Baik Adit maupun Lilik berharap pemerintah dapat mengkaji ulang kebijakan tersebut.
"Tolong lah ditinjau lagi, gaji kita itu nggak seberapa masak ya mau dipotong lagi," tandas Adit.