Geliat Kampung Urban Farming di Surabaya, Panen Bayam, Kubis, hingga Alpukat

Konten Media Partner
29 Desember 2022 15:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dyah Indra Oktavianti selaku Ketua Kelompok Wanita Tani Dorong Cinta saat melihat green house di kampungnya. Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Dyah Indra Oktavianti selaku Ketua Kelompok Wanita Tani Dorong Cinta saat melihat green house di kampungnya. Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
ADVERTISEMENT
Keinginan warga RT 10 RW 03 Kelurahan Perak Barat, Kecamatan Krembangan Surabaya, untuk menjadikan kampungnya sebagai lingkungan yang bersih dan asri patut diacungi jempol.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, selain bebas dari sampah, para warga yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Dorong Cinta juga bisa mendapatkan penghasilan dari hasil panen aneka macam sayur yang ada di urban farming di kampung.
Dyah Indra Oktavianti selaku Ketua Kelompok Wanita Tani Dorong Cinta mengatakan, penghijauan di kampungnya di mulai tahun 2018 lalu. Saat itu, pihaknya tengah mengikuti lomba Merdeka dari Sampah, dan mendapatkan juara dalam kategori Kampung Pemilahan Sampah Terbaik.
Sejak saat itu, pihaknya terus berfokus melakukan penghijauan dan kerap mengikuti perlombaan di bidang lingkungan yang diadakan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pemerintah Kota Surabaya.
"Tahun 2020 awal, kita ditawarin DKPP untuk ikut P2L (Pekarangan Pangan Lestari), syaratnya harus ada kelompok tani. Akhirnya kita bikin Wanita Tani Dorong Cinta. Karena P2L ini tidak hanya fokus di bunga-bunga saja, fokusnya di ketahanan pangan seperti sayur, buah dan toga, akhirnya kita bikin kelompok tani dan lolos pendanaan untuk membuat green house. Saat ini ada 30 anggota," kata Dyah ketika ditemui Basra, Kamis (29/12).
Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
Setelah mendapatkan pendanaan, Dyah dan anggota memanfaatkan lahan kampung seluas 345 m² untuk dijadikan green house, dan tempat penghijauan.
ADVERTISEMENT
Di dalam lahan tersebut, beragam jenis sayuran seperti sawi caisim, pakcoy, selada kriting, selada butterhead, dan selada romaine, kangkung, bayam merah, bayam hijau, bayam brazil, kubis, hingga terung tertanam rapi.
Sementara untuk jenis buah-buahan ada jambu, jeruk, kelengkung, alpukat, sawo, srikaya, mangga, sampai belimbing.
Terkait sistem panen sayuran yang dilakukan, Dyah mengungkapkan jika ia menggunakan manajemen tanaman.
"Misal hidroponik ada lima meja, nah itu bergantian untuk panennya. Misal minggu pertama meja 1 ada sawi pakcoy, lalu minggu selanjutnya beda meja dan beda sayuran, jadi enggak semua dibuat panen. Kita gunakan rotasi tanah juga, biar tetap sehat tanamannya," ungkapnya.
Dalam sekali panen, Dyah mengaku minimal mendapatkan 10 kilogram dari beragam jenis sayuran yang ada.
ADVERTISEMENT
"Kita jual lewat media sosial. Setiap mau panen, satu hari sebelumnya kita buat infografis, lalu para anggota juga membuat status di WA untuk membantu pemasaran. Untuk sekarang yang paling sering panen bayam brazil. Itu peminatnya banyak sekali. Bayam brazil kita kemas 250 gram, harganya Rp 10 ribu," ucapnya.
Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
Dyah menuturkan, jika hasil panen sayuran tersebut akan masuk ke kas untuk perawatan dan pengembangan green house. "Omzetnya alhamdulillah bisa untuk operasional. Yang penting anggota sejahtera, sehat, dan ada pemasukan," tuturnya.
Bahkan untuk meningkatkan para anggotanya agar rajin menanam, Dyah juga mengadakan lomba internal P2L, dengan penilaian 3 bulan sekali.
Dalam lomba itu, para anggota diwajibkan menanam tomat, terung, cabai, serta aneka sayuran yang lain di pekarangan rumahnya.
ADVERTISEMENT
"Yang wajib tomat, terung, cabai, karena itu susah. Lalu yang lain kita lihat ada berapa jenis tanaman di halaman rumahnya. Misal ada yang nyari selada, kalau di green house tidak ada, saya cari ke anggota. Jadi bisa menambah penghasilan mereka juga," tambahnya.
Selain itu, Dyah juga menerapkan piket harian pada setiap anggota untuk mengecek dan merawat tanaman di green house. Setiap harinya, ada empat orang yang bertugas, 2 orang di pagi hari, dan 2 orang lagi di sore hari.
"Jadi tanaman ini harus dicek rutin. Karena kita kan tidak menggunakan pestisida, jadi sayurannya organik. Cuma ya gitu pasti ada hama di tanamannya. Untuk mengatasinya, kita produksi eco enzim pupuk cair dari kulit buah dan sayuran tidak terpakai," ucap Dyah.
ADVERTISEMENT
Ke depan, pihaknya akan terus melakukan pengembangan green house agar bisa dijadikan sebagai tempat edukasi untuk anak-anak.
"Selain sebagai wisata, bisa untuk edukasi bagi anak-anak. Apalagi di sini setiap tanaman kita lengkapi bardcode-nya untuk mengetahui manfaat dan yang lain. Ke depan, saya juga mau kembangkan hidroponik buah melon," tukasnya.