Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Gudang Mutasi Virus Ada pada Kelompok yang Tidak Vaksin
6 Oktober 2021 15:14 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Saat ini mutasi SARS-CoV-2 atau virus Corona kian beragam. Seperti varian Alpha, Beta, Gamma, hingga Delta yang masuk ke dalam kategori Variant of Concern (VoI). Sementara untuk Variant of Interest (VoI) di antaranya Eta, Iota, Kappa, Lambda, dan yang terbaru adalah Mu.
ADVERTISEMENT
Dr. dr. Dominicus Husada., DTM&H., MCTM(TP)., SpA(K), selaku pemerhati dan ahli dalam bidang vaksin (vaksinolog) mengungkapkan, bahwa untuk menghadapi varian yang ada, vaksin masih cukup efektif.
Ia menuturkan, jika vaksin untuk di bawah 18 tahun, di dunia ada 4 jenis yang telah diapproval oleh beberapa negara. Seperti vaksin Pfizer izin pertama untuk usia di atas 16 tahun, selanjutnya diizinkan untuk 12 ke atas.
Kedua vaksin Sinovac untuk usia 12 tahun ke atas, vaksin Moderna untuk usia 12 - 17 tahun, dan vaksim Sinopharm untuk usia 3-17 diapproval oleh Uni Emirat Arab.
"Vaksin untuk anak yang perlu diperhatikan adalah dampak pada anak-anak. Anak dengan usia di bawah 12 tahun harus dilindungi. Inggris satu-satunya negara yang konsisten tidak memberikan vaksin untuk usia di bawah 16 tahun. Inggris menyatakan vaksinasi pada orang dewasa juga memproteksi anak. Secara epidemologi vaksinasi orang dewasa lebih menguntungkan," ungkapnya, Rabu (6/10).
ADVERTISEMENT
Dr. Dominicus menuturkan, jika Inggris membuktikan bahwa saat sekolah dibuka, jumlah pasien sekolah tidak bertambah. Kalaupun bertambah, karena jumlah pasien secara umum bertambah, bukan karena sekolah dibuka.
"Inggris juga masih mempertanyakan aspek keamanan sudah bisa dijamin. Inggris masih menanti bukti lengkap, untuk bisa memutuskan pemberian vaksin pada anak di bawah 16 tahun. Sementara itu negara maju lainnya menyetujui vaksin di bawah 18 tahun," tuturnya.
Terkait apakah vaksin tahan menghadapi varian Delta atau vatian baru dari virus Corona, Dr. Dominicus mengatakan, sejauh ini semua vaksin menunjukkan penurunan kemampuan namun masih dalam batas yang diidiizinkan oleh WHO.
Menurutnya, varian Delta memiliki ciri yang sedikit berbeda, terutama efisiensi dalam perlekatan pada sel, sehingga dapat menular lebih cepat.
ADVERTISEMENT
"Tapi belum ada bukti bahwa varian Delta menambah severity, artinya kalau kena Delta lebih besar peluang mati, itu enggak. Kena lebih mudah, iya. Masalahnya kalau banyak yang kena, rumah sakit penuh enggak mampu mengatasi, sehingga risiko meninggal lebih tinggi, tapi bukan karena Delta. Tidak ada satu ahli pun yang menyarankan vaksin baru untuk Delta. Vaksin yang lama masih cukup untuk menghadapi Delta," kata Dr. Dominicus.
Untuk efektifitas vaksin, dokter spesialis anak ini mengungkapkan, jika masih pada angka 50-80 persen, dengan catatan bahwa vaksinasi ditujukan untuk pencegahan terhadap infeksi berat atau kematian.
"Karena perlindungan vaksin untuk itu. Bukan perlindungan terhadap infeksi. Perlu dipahami tujuan vaksin ada 4, yaitu jangan mati, jangan sakit berat, jangan sakit sedang, dan jangan tertular. Kebanyakan vaksin tidak sampai ketujuan keempat. Paling banyak mencapai tujuan kedua, yakni tidak sampai sakit berat. Artinya mereka yang divaksin terus tertular, wajar, tapi gak sampai mati. Karena itu yang memang tujuan utama vaksin," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara terkait kemampuan vaksin menghadapi varian baru, Dr. Dominicus menuturkan, jika makhluk hidup akan terus bermutasi sepanjang keberadaanya di muka bumi sebagai upaya untuk mepertahankan kelangsungan hidup spesiesnya, seperti halnya pada manusia.
Guna mencegah adanya mutasi tersebut, masyarakat dihimbau untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, dan melakukan vaksinasi.
"Variau Mu sudah diteliti, baru pendahuluan. Kemampuan vaksin menurun jauh di bawah Delta. Butuh data lebih banyak untuk tiba pada suatu kesimpulan. Apapun variannya, masker masih efektif. Karena vaksin tidak bekerja sendirian. Terkait mutasi virus COVID-19, gudang mutasi yang sebenarnya ada di kelompok yang tidak vaksin," pungkasnya.