Konten Media Partner

Hati-hati, Penggumpalan Darah pada Pasien COVID-19 Bisa Picu Kematian

10 Maret 2021 6:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penggumpalan darah pada pasien COVID-19 bisa picu kematian.
zoom-in-whitePerbesar
Penggumpalan darah pada pasien COVID-19 bisa picu kematian.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung sangat menantang sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Spektrum klinis penyakit ini sangat luas, mulai dari gejala minor yang tidak spesifik hingga kegagalan banyak organ yang parah. Hal ini terkait dengan kelainan koagulasi (penggumpalan darah) yang ditandai dengan peningkatan kadar faktor prokoagulan seperti fibrinogen dan peningkatan D-dimer yang dikaitkan dengan mortalitas (kematian) yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
"Bukan COVID-19 yang mengancam nyawa para penderita, melainkan komplikasinya. Salah satunya adalah penggumpalan darah yang dialami oleh penderita COVID-19," ujar Dr. dr. Meity Ardiana Sp.JP., (k), FIHA, dokter spesialis jantung National Hospital Surabaya, kepada Basra, (9/3).
Kondisi tersebut, kata Meity, dapat dicegah dengan memberikan obat pengencer darah saat pasien COVID-19 saat dirawat dan dapat diteruskan saat pulang dengan pantauan dokter. Dia lantas menjelaskan, terapi obat pengencer darah itu akan diberikan kepada pasien dengan derajat ringan sampai berat dengan memeriksa terlebih dahulu kadar kekentalan darah di dalam tubuh pasien yang sudah terinfeksi COVID 19.
"Terapi obat pengencer darah itu perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi infeksi COVID-19 yaitu pembekuan darah," imbuhnya.
Bagi penyintas COVID-19, lanjut Meity, juga tak selalu terhindar dari risiko komplikasi. Faktanya, beberapa penyintas COVID-19 masih bisa mengalami beberapa gangguan meski telah dinyatakan sembuh dari COVID-19. Temuan terbaru terkait COVID menyebutkan, beberapa pasien yang telah sembuh dari infeksi virus mematikan tersebut dapat mengalami gangguan pembekuan (koagulasi) darah yang menyebabkan penggumpalan darah.
Dr. dr. Meity Ardiana Sp.JP., (k), FIHA, dokter spesialis jantung National Hospital Surabaya. Foto: Dok.Pribadi
"Gangguan pembekuan darah tersebut dapat menyebabkan penggumpalan, yaitu kondisi berubahnya darah dari cairan menjadi seperti jeli atau setengah padat. Gumpalan darah bisa terbentuk di dalam pembuluh vena dan arteri. Apalagi selama dirawat karena COVID-19, pasien lebih banyak rebahan dimana tingkat mobilitasnya rendah," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dikatakan Meity, ketika penggumpalan darah terjadi di vena tungkai dan pembuluh darah paru, gejala yang terjadi adalah nyeri kaki dan sesak hebat. Kondisi lain yang disebabkan pengumplaan darah juga terjadi pada pembuluh darah arteri, yang menyebabkan serangan jantung atau stroke jika terjadi penggumpalan darah di pembuluh darah koroner dan otak.
"Menurut penelitian oleh Wichmann et al, kejadian tromboemboli vena (VTE), termasuk trombosis vena dalam yang luas (DVT) dan pulmonary embolism (PE), sangat umum terjadi pada pasien yang sakit akut dengan COVID-19. Ini terlihat pada sepertiga pasien di unit perawatan intensif (ICU), bahkan ketika antikoagulan profilaksis sudah diberikan," paparnya lagi.
Pasien COVID-19 dengan komorbid seperti obesitas, hipertensi, dan diabetes melitus serta pada pasien-pasien yang lebih tua beresiko mengalami kekentalan darah. Dikatakan Meity, 25 sampai 30 persen penderita COVID-19 mengalami kekentalan darah.
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan penunjang rutin yang perlu dilakukan pada semua pasien COVID 19 rawat inap meliputi darah lengkap dan diff count, studi koagulasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi, fibrinogen, dan D-dimer. Pengujian berulang dapat dilakukan, tergantung pada kondisi penyakit pasien, nilai awal, dan tren nilai.
"Hasil pemeriksaan yang umum ditemukan pada pasien COVID-19 adalah D-dimer tinggi, fibrinogen tinggi, PT dan aPTT yang normal atau agak meningkat, trombositopenia ringan atau trombositosis, atau jumlah trombosit normal. Hasil pemeriksaan ini dapat berdampak pada pengambilan keputusan tentang tingkat perawatan atau terapi yang diarahkan untuk mengobati infeksi," jelasnya.
Sebagai contoh, peningkatan D-dimer dikaitkan dengan prognosis yang buruk, terutama jika kadarnya meningkat beberapa kali lipat. Evaluasi pasien dengan COVID-19 dan kelainan koagulasi (dicurigai atau didokumentasikan) dapat menjadi tantangan karena berhubungan dengan kekhawatiran terkait prosedur pencitraan diagnostik pada kondisi akut yang berpotensi menularkan penyakit.
ADVERTISEMENT
"Sementara untuk pasien COVID-19 rawat jalan (isolasi mandiri) uji koagulasi rutin tidak diperlukan. Evaluasi gejala abnormal hanya pada pasien rawat inap," simpulnya.