Konten Media Partner

Ibukota Jakarta Dikepung Polusi Udara, Pakar di Surabaya Tawarkan Solusi Ini

10 September 2023 10:05 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi polusi udara. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi polusi udara. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kabut polusi di Ibukota Jakarta yang kian meningkat terus membuat berbagai pihak berlomba-lomba untuk menanggulanginya. Salah satunya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) hadir dengan menggelar focus group discussion (FGD) guna mengkaji kesiapan Indonesia dalam menerapkan kebijakan Kendaraan Rendah Emisi Karbon atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV).
ADVERTISEMENT
FGD ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah, industri, masyarakat, hingga akademisi. Mengawali diskusi, Manajer Unit Klaster Inovasi Otomotif Kawasan Sains Techno Park (KST) ITS, Dr Bambang Sudarmanta ST MT mengungkapkan, kebijakan LCEV merupakan regulasi yang bertujuan untuk menekan penyebaran emisi CO2 yang ada di Indonesia.
Dosen Departemen Teknik Mesin ini menerangkan bahwa kendaraan bermotor merupakan salah satu penyumbang gas karbon dioksida terbesar setelah sektor pembangkit listrik. Dengan itu, diperlukan strategi dan kebijakan pemerintah yang kuat dalam mendorong penerapan kendaraan beremisi rendah.
“Saat ini Jakarta telah dikelilingi oleh polusi udara karena masifnya transportasi dengan emisi tinggi,” ujar Bambang dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Minggu (10/9).
Terdapat tiga cara untuk menekan emisi di Indonesia, antara lain penyediaan produk dari industri, kualitas bahan bakar yang efisien, serta tarif pajak yang didukung oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bambang menuturkan bahwa pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas untuk mendorong masyarakat terkait keringanan pajak kendaraan serta pembebasan aturan ganjil-genap.
Menimpali ITS, Guru Besar Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Prof Dra Dyah Wulan Sari MEcDev PhD turut membeberkan, pada kenyataannya, masyarakat masih kurang sadar akan pentingnya peralihan kendaraan beremisi tinggi ke LCEV. Di garis pandangannya, masyarakat menilai LCEV masih tergolong mahal dan ketersediaan charging station yang masih terbatas.
Kenyataannya, tambah Dyah, industri otomotif Indonesia sudah lama memfokuskan program LCEV dengan menciptakan berbagai macam produk. Mulai dari Battery Electric Vehicle (BEV), Plug In Hybrid Electric Vehicle (PHEV), Hybrid Electric Vehicle (HEV), dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV).
“Namun, masih sedikit masyarakat indonesia yang membeli kendaraan tersebut,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, perlu dilakukannya sosialisasi yang merata kepada masyarakat Indonesia akan pentingnya peralihan kendaraan beremisi tinggi ke LCEV.
Dyah menuturkan, pemerintah Indonesia perlu melakukan pengkajian ulang pada kebijakan mereka dengan bantuan dari pandangan para akademisi, masyarakat, dan industri.
“Tentunya komunikasi dan regulator yang baik memerlukan analis dan eksekutor yang bersinergi kuat,” tegas Dyah.
Merangkum keseluruhan diskusi, ITS dengan sigap menyatakan aksinya akan penyelenggaraan seminar lanjutan hasil diskusi FGD serta evaluasi dari setiap masukan yang ada di bulan Oktober.
Para panelis juga berharap dengan adanya keputusan kebijakan tersebut di bulan Oktober, masyarakat Indonesia dapat beralih ke LCEV dengan cepat. Dengan akhir, FGD ini menjadi bukti nyata akan kepeduliannya ITS dan mitra pada permasalahan negara.
ADVERTISEMENT