Konten Media Partner

Ikuti Kuliah Subuh dari Masjid Tertua di Surabaya

31 Mei 2019 11:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid Rahmat di kawasan Kembang Kuning Surabaya. Foto : Amanah Nur Asiah/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Rahmat di kawasan Kembang Kuning Surabaya. Foto : Amanah Nur Asiah/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bila berkunjung ke Surabaya, sempatkan mampir ke Masjid Rahmat. Masjid yang berlokasi di Jalan Kembang Kuning No. 79-81 ini adalah masjid pertama dan tertua yang didirikan oleh Sayyid Ali Rahmatullah atau yang lebih dikenal dengan sapaan Sunan Ampel.
ADVERTISEMENT
Sebelum direnovasi pada tahun 1963-1967, Masjid Rahmat dulunya musala kecil yang bernama Langgar Tiban. Langgar ini didirikan sekitar tahun 1400an.
“Masjid Rahmat dulu nggak sebesar sekarang, dulu atasnya itu masih bambu dan jerami, sangat sederhana sekali,” ungkap Imam Suhardi, selaku Pengawas Masjid Rahmat pada Basra (29/5).
Langgar Tiban di Tahun 1400an. Foto : Amanah Nur Asiah/Basra
Awal mula sejarah Langgar Tiban bermula saat Raden Rahmat Sayyid Ali Rahmatullah sedang menjalankan misinya menyebarluaskan ajaran agama Islam di Pulau Jawa.
Kala itu, kata Imam, Raden Rahmat Sayyid Ali Rahmatullah baru saja tiba dari kawasan Majapahit dengan perahu kecilnya dan melewati kawasan sungai di depan Masjid Rahmat. Maka singgahlah Raden Rahmat di sana.
Saat itu Raden Rahmat bertemu dengan tokoh masyarakat sekitar yakni Mbah Wirasoeroyo atau yang lebih dikenal Ki Mbah Kuning yang notabene menganut ajaran agama Hindu. Maka, selama Raden Rahmat singgah disana, pertarungan ilmupun tak terelakkan antara Raden Rahmat dan Mbah Wirasoeroyo. Mereka berdua saling beradu dengan berbekal keunggulan ilmu yang mereka kuasai masing-masing.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, pertarungan kedua Tokoh ini telah berakhir. Mbah Wirasoeroyo pun takluk di tangan Raden Rahmat dan memeluk agama Islam.
Setelah itu, Raden Rahmat menikah dengan putri Mbah Wirasoeroyo yang bernama Karimah. Dari situ, Raden Rahmat diijinkan untuk berdakwah mengajarkan ajaran agama Islam, dengan metode dakwah yang ramah dan mudah bergaul dengan warga sekitar Kembang Kuning.
Tak ayal, metode pendekatan yang diterapkan putra Maulana Malik Ibrahim ini cukup ampuh untuk mendapat simpati warga sekitar. "Bahkan sampai saat ini, ajaran beliau masih dipakai dan masih kami lestarikan, seperti tahlilan, megengan, dan wiridan,” tutur Imam.
Setelah lama tinggal di Kembang Kuning dan dikaruniai dua orang putri yang bernama Nyimas Musthosyiah dan Muthosyimah, Raden Rahmat melanjutkan syiarnya ke kawasan Ampel hingga akhirnya mendirikan Masjid Ampel.
ADVERTISEMENT

Kuliah Subuh Melalui Radio

Berbekal ajaran dari Raden Rahmat kepada para pengikutnya. Beberapa para pengurus Masjid Rahmat Surabaya melanjutkan syiar keagamannya dengan cara berbeda, namun tetap mengacu pada ilmu yang diajarkan oleh mendiang Sunan Ampel.
Agar dakwah bisa tersebar lebih luas, pengurus Masjid Rahmat menyiarkan kuliah subuh melalui Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat).
Adapun materi dakwah yang dibawakan bersifat umum, diantaranya mengenai ikrar masuk islam, perkembangan dakwah islam, hingga tentang ajaran islam yang tidak mengenal perbedaan.
Imam Suhardi. Foto : Amanah Nur Asiah/Basra
Adapun pembahasan tafsir Alquran juga ikut ikut disampaikan. yang memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu generasi. “Agar tidak menyimpang dari hukum-hukum agama,” kata Imam Suhardi, selaku Pengawas Masjid Rahmat Surabaya.
Dengan adanya radio Yasmara, cukup membantu menyebarkan agama Islam lebih cepat dan luas dengan bantuan pemancar. Terbukti, kini radio Yasmara bisa didengar bukan hanya di Kota Surabaya, melainkan hingga ke pulau kalimantan.
ADVERTISEMENT
“Saya berharap semua orang bisa mengenal Islam lebih dekat lagi dengan adanya kuliah subuh ini," Tutupnya.
Sekedar informasi, di lingkungan Masjid Rahmat ini terdapat sebuah sumur yang merupakan peninggalan dari Raden Rahmat. Namun, seiring berjalannya waktu, sumur tersebut ditutup karena adanya renovasi pada jalan.
Meski begitu, Imam mengatakan jika sumur tersebut dapat di buka sewaktu-waktu ketika ada orang yang memerlukan airnya. (Reporter : Amanah Nur Asiah / Editor : Windy Goestiana)