Konten Media Partner

Indonesia Belum Miliki Laboratorium Uji Pemeriksaan Dioksin untuk PLTSa

7 Desember 2021 7:41 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
PLTSa Benowo di Surabaya. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
PLTSa Benowo di Surabaya. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Cita-cita pemerintah RI mengelola ribuan ton sampah jadi listrik sudah didengungkan sejak 2016. Salah satu buktinya adalah pemerintah pernah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 18/2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar.
ADVERTISEMENT
Namun, Mahkamah Agung telah membatalkan Perpres tersebut atas permohonan sekelompok LSM dan individu.
Pada kenyataannya, di tahun 2018 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
PT Sumber Organik (PT SO) sebagai pengelola PLTSa Benowo bersama Pemkot Surabaya menegaskan jika PLTSa Benowo tidak ada masalah terhadap lingkungan sekitarnya.
Saat Basra menanyakan apakah PT SO selaku pengelola PLTSa Benowo pernah melakukan uji dioksin untuk memastikan abu pembakaran (bottom and fly ash) tidak lagi beracun dan tidak berbahaya bila terhirup masyarakat, Basra tidak mendapat jawaban spesifik.
"Tidak ada masalah ya. Malah kita selalu laporan ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) secara berkala, sebulan sekali. Jadi sudah tidak semestinya lagi ada pertanyaan tentang teknis pengelolaan sampah di PLTSa Benowo, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan. Karena kami sudah ada yang mengawasi. Kalau kami bermasalah tidak mungkin kan RI 1 sendiri yang datang langsung untuk meresmikan," kata M. Ali Asyhar, Operasional PT SO saat dihubungi Basra, (29/11).
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, dalam Perpres No. 35 tahun 2018 tidak ada poin yang menjelaskan tentang bagaimana teknologi ramah lingkungan yang dimaksud, bagaimana teknis pengolahan emisi hasil pembakaran yang bersifat berbahaya karena mengandung dioksin dan furan, dan tidak dicantumkan jaminan keselamatan dan kesehatan untuk masyarakat.
Bila dibaca detil, Perpres tersebut hanya menekankan pada penunjukkan lokasi pembangunan PLTSa, proses perizinan, teknis pembelian energi listrik, pendanaan, dan pengawasan yang hanya sebatas penyebutan nama instasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. 70 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengelolaan Sampah Secara Termal, pemeriksaan dioksin hanya diwajibkan dilakukan lima tahun sekali karena tidak ada fasilitas laboratorium yang memadai di Indonesia.
"Pemeriksaan dioksin selama lima tahun sekali itu peraturan yang sangat longgar. Karena pembakaran sampah secara gasifikasi ataupun melalui insinerator kan beroperasi tiap hari. Idealnya pemeriksaan dioksin setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali. Memang mahal (pemeriksaan dioksin), karena kita belum punya laboratorium itu jadi harus dikirim ke luar negeri. Karena itu pemerintah kalau mau bikin PLTSa juga harus bangun lab pemeriksaan standar internasional," kata Dr Daru Setyorini, peneliti ECOTON pada Basra.
ADVERTISEMENT