Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Konten Media Partner
Indonesia Peringkat Empat Penyebaran Konten Pornografi Anak Terbanyak di Dunia
19 Februari 2025 7:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Bagai pisau bermata dua, akses internet yang meluas membawa peluang edukatif, tetapi juga menjadi ancaman bagi perkembangan psikologis dan moral. Berangkat dari kekhawatiran ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) membentuk Tim Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ranah Digital yang secara resmi beroperasi mulai awal Februari ini.
ADVERTISEMENT
Dosen Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) Unair, Dr Maryamah S Kom, mengungkap bahwa ancaman digital terhadap anak-anak saat ini sangat besar.
“Penggunaan internet yang luas memang memiliki manfaat edukatif, tetapi bagi anak-anak yang belum matang secara emosional, dapat dengan mudah meniru perilaku negatif yang mereka temui secara online,” ujar Maryamah, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Rabu (19/2).
Pembentukan tim oleh Kemkomdigi dinilai sebagai langkah yang tepat. Menurutnya, aksi ini menanggapi status Indonesia yang terdata di National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), sebagai negara keempat di dunia dan kedua di ASEAN dengan penyebaran konten kasus pornografi anak terbanyak.
“Keputusan ini benar karena anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi dari konten berbahaya,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Teknologi kecerdasan buatan (AI) dan big data berperan penting dalam mengidentifikasi serta memblokir ancaman digital bagi anak. Saat ini, AI dapat digunakan untuk mendeteksi dan menyaring konten berbahaya secara otomatis.
“AI dapat mengenali dan menyaring konten eksplisit di media sosial, termasuk tren ‘Elsagate’ di YouTube yang semakin marak,” ungkapnya.
Saat ini, berbagai aplikasi seperti Google Safe Search, YouTube Kids, dan Apple Parental Control telah memberikan opsi penyaringan konten. Namun, efektivitasnya masih terbatas tanpa sosialisasi yang memadai kepada orang tua.
“Beberapa mahasiswa kami telah mengembangkan teknologi pendeteksi konten berbahaya, tetapi riset ini belum banyak dipublikasikan. Peran pemerintah dalam mendukung riset keamanan digital sangat dibutuhkan,” jelasnya.
Selain itu, regulasi yang ketat tidak akan cukup tanpa adanya edukasi yang memadai.
ADVERTISEMENT
“Sebelum mengatur perlindungan anak melalui regulasi, orang tua harus dibekali dengan edukasi terkait supervisi digital. Banyak anak terekspos ke konten tidak pantas karena kurangnya pengawasan dari keluarga,” jelasnya.
Harapannya, aksi Kemkomdigi ini menjadi langkah awal menciptakan ruang digital yang aman bagi anak-anak. Namun, keberhasilannya akan sangat bergantung pada implementasi regulasi, keterlibatan aktif orang tua, institusi pendidikan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat anak.
“Semoga tim ini tidak hanya terbentuk sebagai simbol perlindungan, tetapi benar-benar dapat bekerja secara nyata untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan kondusif bagi anak-anak Indonesia,” pungkasnya