Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.99.1
1 Ramadhan 1446 HSabtu, 01 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Ingin Iklan Rokok Dihapus, Ratusan Santri di Surabaya Tulis Surat untuk Komdigi
1 Maret 2025 13:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Iklan rokok di berbagai ruang publik memiliki dampak signifikan dalam memengaruhi perilaku dan sikap anak terhadap produk tembakau ini. Namun, sampai kini masih banyak iklan rokok yang dengan mudah dijumpai di ruang publik.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kondisi tersebut, Gerakan Seribu Surat Anak Indonesia untuk Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) dihadirkan oleh RAYA Indonesia (Rumah Kajian Dan Advokasi Kerakyatan Indonesia) sebagai bentuk perlawanan.
Melalui gerakan tersebut ribuan anak di berbagai daerah di tanah air menulis surat kepada pemerintah untuk satu tuntutan, yakni menghapuskan iklan dan promosi rokok dari televisi, radio, dan internet. Setidaknya ada 5 lokasi yang dipilih untuk gerakan ini, antara lain Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Banten, Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Jawa Timur.
Untuk wilayah Jawa Timur, kegiatan tersebut dilaksanakan di Kota Surabaya tepatnya di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim. Di sini ratusan santri menyuarakan harapan mereka untuk masa depan yang lebih sehat tanpa rokok.
ADVERTISEMENT
Mereka menulis surat yang mana di setiap goresan pena di atas kertas adalah suara hati mereka kepada Menteri Komdigi Meutya Viada Hafid.
"Kami sangat mengapresiasi gerakan ini, karena ini perdana bagi kami. Sangat edukatif sekali,” ujar Mohammad Moshthofaa Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (Waka Kesiswaan) MA Alif Laam Miim, Sabtu (1/3).
Menurutnya, melalui kegiatan ini anak-anak tidak hanya mendapatkan pemahaman tentang bahaya rokok, tetapi juga didorong untuk berani bersuara. Ia menegaskan bahwa madrasah memiliki aturan ketat soal rokok, bahkan guru pun dilarang merokok di lingkungan sekolah.
"Kalau gurunya merokok, bagaimana bisa memberi contoh yang baik? Upaya kami adalah dengan edukasi, bimbingan konseling, dan kerja sama dengan klinik kesehatan pesantren," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan, upaya sekolah saja tidak cukup. Regulasi dari pemerintah menjadi kunci utama untuk melindungi anak-anak dari paparan rokok.
"Tanpa regulasi yang kuat, anak-anak kita akan terus diserbu iklan rokok. Rokok adalah pintu masuk ke zat adiktif lainnya seperti narkoba. Jika pemerintah tidak bertindak, kita bisa kehilangan generasi emas kita," tandasnya.
Sementara itu, Syaiful Bachri Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Surabaya menegaskan bahwa perlindungan anak dari paparan rokok harus menjadi prioritas pemerintah.
Ia menyoroti betapa agresifnya industri rokok dalam menjadikan anak-anak sebagai target pasar melalui iklan dan promosi di berbagai media.
"Anak-anak kita seharusnya dilindungi, bukan dibidik sebagai calon perokok baru. Iklan rokok yang terus muncul di televisi, radio, dan internet adalah bentuk eksploitasi yang harus dihentikan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Syaiful juga mengapresiasi keberanian para santri tersebut dalam menyuarakan aspirasi mereka melalui surat kepada Menteri Komunikasi dan Digital. Menurutnya, gerakan ini bukan hanya sekadar simbolis, tetapi langkah nyata dalam menekan pemerintah agar segera mengambil tindakan tegas.
Ribuan surat yang dihasilkan melalui gerakan tersebut selanjutnya akan dikirimkan langsung ke Menteri Komunikasi dan Digital untuk ditindaklanjuti.