Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Tim medik Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya telah melakukan identifikasi terhadap puluhan ikan paus yang terdampar di Perairan Pantai Modung, Bangkalan. Hasilnya, tidak ada gangguan sonar pada paus yang terdampar itu.
ADVERTISEMENT
Tim yang turun ke lapangan yaitu drh. Bilqisthi Ari Putra, selaku Staf Patologi FKH Unair dan drh. Happy Ferdiansyah selaku Peneliti Satwa Konservasi. Selain itu, ada enam orang relawan mahasiswa FKH Unair yang turut terjun ke lokasi untuk membantu mereka.
Dokter Hewan Bilqisthi Ketua lapangan tim FKH Unair menjelaskan, bersamaan dengan kunjungan Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim, Jumat (19/2) kemarin, timnya datang ke lokasi untuk melakukan identifikasi dan penelitian awal untuk mencari penyebab terdamparnya puluhan paus itu.
Bilqisthi membagi timnya menjadi dua kelompok. Satu kelompok fokus pada penanganan antemortem, kelompok lainnya pada postmortem. Tim antemortem fokus pada paus yang masih hidup. Mereka melakukan penyelamatan dan pemantauan kesehatan paus.
Sementara kelompok yang menangani postmortem berfokus pada paus yang sudah mati. Mereka melakukan identifikasi jenis kelamin, ukuran, dan usia paus. Setelah itu mereka menyeleksi paus paling dominan sebagai sampel atau bahan autopsi.
Sayangnya, tidak semua paus teridentifikasi. Tim FKH Unair bersama tim gabungan dari instansi lain terkendala ketinggian air laut dan arus yang cukup kencang saat itu. Dari 49 paus yang mati cuma 34 paus yang teridentifikasi. Dari total paus yang teridentifikasi itu tiga di antaranya jadi bahan autopsi.
ADVERTISEMENT
“Saat itu kami melakukan autopsi terhadap tiga paus. Dua paus jantan dan satu paus betina,” ujar drh Bilqisthi dalam keterangan tertulis yang diterima Basra, Senin (22/2).
Dia menjelaskan, pemilihan paus sebagai bahan autopsi itu mempertimbangkan ukuran dan kondisi bangkai paus itu. Tim memilih paus dengan ukuran paling besar dengan asumsi bahwa paus yang paling besar adalah ketua koloni. Panjang paus jantan yang jadi bahan autopsi itu mencapai 5,5 meter.
Bilqisthi juga menjelaskan, paus yang terdampar itu adalah jenis short fin pilot whale dan hidup berkelompok. Uniknya, ketika bermigrasi, kelompok itu akan selalu mengikuti ketua koloninya. Apabila ketua koloninya mati, secara hierarki posisi ketua akan digantikan pejantan lain yang lebih muda dari ketua koloni yang sudah mati.
ADVERTISEMENT
“Namun kalau ketua koloninya sakit dan belum mati, kelompok paus itu akan tetap mengikuti ketua koloninya,” imbuhnya.
Pertimbangan yang sama diterapkan untuk memilih paus betina bahan autopsi. Yakni betina yang berukuran paling besar, yang panjangnya kurang lebih 3,5 meter. Tim juga memastikan ketiga paus bahan autopsi itu dalam kondisi tidak busuk.
“Waktu itu autopsi baru bisa kami lakukan pukul lima sore, selesai pukul setengah sepuluh malam,” katanya.
Selain melakukan autopsi di lokasi kejadian, Tim FKH Unair juga mengambil sejumlah sampel dari tubuh paus untuk pemeriksaan patologi di laboratorium FKH Unair. Pemeriksaan patologi dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti terdamparnya 52 ekor paus di Bangkalan.
“Dugaan awal masih belum bisa kami pastikan. Karena kami melihat tidak ada gangguan sonar pada paus. Dugaan tentang aktivitas vulkanik bawah laut yang mempengaruhi terdamparnya paus juga tidak terbukti. Jadi perlu kami dalami melalui pemeriksaan patologi,” kata Bilqisthi.
ADVERTISEMENT
Bilqisthi menyebutkan, ada satu lagi dugaan penyebab terdamparnya paus. Sebelum peristiwa itu terjadi sempat terjadi puting beliung di Selat Madura. Sekali lagi, dugaan faktor alam penyebab terdamparnya paus itu perlu mereka diskusikan lebih lanjut sembari menunggu hasil pemeriksaan patologi di laboratorium.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdapat ada 52 paus yang terdampar di Bangkalan. Saat pertama kali nelayan menemukan mereka, 49 paus di antaranya sudah mati. Hanya tiga yang masih hidup. Namun, ketika pihak gabungan berupaya menyelamatkan ketiganya dengan melepas kembali ke laut, hanya satu ekor saja yang berhasil kembali. Dua lainnya ikut mati.