Konten Media Partner

Ini Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia

26 Februari 2022 12:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi minyak goreng. Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minyak goreng. Pixabay
ADVERTISEMENT
Kelangkaan minyak goreng di Indonesia masih terus terjadi. Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD menyebut, bahwa kelangkaan minyak goreng di pasaran tidak terlepas dari mekanisme penawaran dan permintaan (supply and demand).
ADVERTISEMENT
Menurutnya, minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan IHK (Indeks Harga Konsumen) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang besar.
"Karena minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. Bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi,” ucapnya, Sabtu (26/2).
Ia menuturkan, kelangkaan minyak goreng di Indonesia terjadi karena ada kenaikan dari sisi permintaan (demand) dan penurunan dari sisi penawaran (supply).
Salah satu faktor utama supply ini karena produsen mengalami penurunan dalam memasarkan minyak goreng di dalam negeri. Hal ini karena naiknya harga minyak nabati. Dimana harga CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan salah satu jenis minyak nabati mengalami kenaikan harga dari $1100 menjadi $1340.
Akibat kenaikan tersebut, produsen minyak goreng lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri. “Produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Faktor kedua yakni kewajiban pemerintah terkait dengan program B30. Yaitu program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. “Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel,” tambahnya.
Menurutnya, saat ini, konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel. Hal itu karena ada kewajiban untuk pengusaha CPO agar memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen.
Faktor ketiga adalah kondisi pandemi COVID-19 yang belum selesai. Dimana beberapa negara di belahan dunia sedang mengalami gelombang ketiga COVID-19.
"Konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO. Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO,” ucapnya.
Untuk itu, Rossanto menekankan bahwa produsen minyak goreng hanya ada di beberapa daerah saja. Sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi. Berkaitan dengan logistik, harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya. Shipping atau perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Faktor itu mendorong harga kebutuhan minyak goreng mengalami kenaikan.
"Naiknya harga minyak goreng akan mendorong inflasi secara umum. Dampak yang ditimbulkan dapat memengaruhi beberapa sektor, seperti sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produksi yang menggunakan bahan baku minyak goreng. Oleh karena itu dampaknya juga akan lebih terasa terhadap inflasi terutama dari segi IHK,” pungkasnya.