Inovasi Kampung Pintar Suroboyo: Sulap Sampah Elektronik Jadi Robot

Konten Media Partner
17 Desember 2019 12:20 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aseyan, Ketua RT 3 Tembok Gede Gang III Surabaya. Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Aseyan, Ketua RT 3 Tembok Gede Gang III Surabaya. Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
Di Surabaya ada kampung yang berhasil mengolah sampah elektronik menjadi robot, jam dinding, bonsai, lampu hias, dan akuarium, lho. Kampung yang bernama 'Kampung Pintar Suroboyo' ini berlokasi di Jalan Tembok Gede Gang III RT 3 RW 2.
ADVERTISEMENT
Ketua RT dari kampung pintar ini bernama Aseyan. Sejak 2018 Aseyan aktif mengolah sampah elektronik yang sulit didaur ulang seperti tabung televisi bekas, aneka kabel, dinamo, amplifier, sampai kap lampu PJU, menjadi barang bernilai ekonomi.
Salah satu hasil olahan sampahnya menjadi robot bernama 'Smart City'. Robot setinggi dua meter ini terbuat dari 10 kap lampu PJU, tabung televisi yang tidak terpakai, helm bekas, rotor dinamo kipas angin, paku rivet, serta amplifier.
Robot Smart City karya Aseyan dan warga Tembok Gede Gang III Surabaya.
"Robot ini digerakkan pakai tenaga surya, jadi dia bisa melambaikan tangan, sama kepalanya tengok kanan kiri. Karena di dalam robotnya ada colokan USB, jadi robotnya juga bisa mengeluarkan suara. Jadi kalau ada yang berkunjung ke kampung ini, si robot bisa menyapa. Anak-anak di sini yang isi sendiri suaranya. Lalu diberi efek suara robot," kata Aseyan saat ditemui Basra (16/12).
ADVERTISEMENT
Untuk membuat robot Smart City ini Aseyan mengutak-atiknya sendiri. Maklum, Aseyan sehari-hari menerima servis peralatan elektronik skala rumah tangga yang membuatnya lihai dalam hal kelistrikan.
"Begitu ada barang elektronik yang sudah tidak bisa dipakai, saya langsung kepikiran untuk dijadikan sesuatu. Seperti papan sirkuit cetak (PCB) ini. Saya kepikiran untuk bikin bonsai kabel. Jadi pakai kawat dan kabel-kabel bekas, dililit yang bagus, diberi anyaman tali tampar plastik untuk daunnya, sudah jadi bonsai. Kalau dijual harganya antara Rp 100 ribu-Rp 200 ribu tergantung kerumitan," kata Aseyan sambil menunjukkan karya bonsai buatannya.
Selain mengolah sampah elektronik, Aseyan bersama warganya juga aktif mengolah sampah daun kering menjadi kompos dan arang briket.
Satu paket arang briket berisi 30 biji dan dijual dengan harga Rp 25 ribu. Untuk pembuatannya pun Aseyan masih menggunakan dengan cara manual.
ADVERTISEMENT
Untuk satu paket briket dibutuhkan 2-3 sak sampah daun kering. Setelah daun benar-benar mengering kecokelatan, barulah daun-daun tersebut dibakar sampai berubah warna jadi hitam.
"Kami membakarnya di dalam tong bekas. Jangan sampai pembakarannya keblabasan jadi abu. Setelah daun menghitam, lalu ditumbuk sampai halus. Setelah jadi bubuk, diayak untuk dapat serpihan yang paling halus. Semakin halus butirannya, akan semakin awet pembakarannya. Setelah itu baru dicetak," kata Aseyan.
Kini produk arang briket buatan Aseyan dan warga Tembok Gede mulai dilirik penjual makanan sekitar.
"Pembeli kami yang paling banyak tukang nasi goreng yang masih pakai tungku. Mereka senang kalau pembakarannya bagus dan tahan lama," kata Aseyan.
Berkat sejumlah inovasi yang berhasil dilakukan Aseyan untuk kampungnya, kini Tembok Gede Gang III Surabaya jadi Kampung Terinovatif di kompetisi Surabaya Green and Clean, serta masuk ke deretan 75 Besar Kampung Smart City dengan Pengolahan Sampah Terbaik pada November 2019.
ADVERTISEMENT