Konten Media Partner

Kampung Peneleh, Kampung Tertua di Surabaya yang Berserakan Makam

8 Agustus 2019 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampakan makam di halaman depan Masjid Jami' Peneleh Surabaya. Foto : Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Penampakan makam di halaman depan Masjid Jami' Peneleh Surabaya. Foto : Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kampung Peneleh di kawasan Jalan Peneleh, Surabaya, adalah perkampungan tertua di Kota Pahlawan. Kampung tua ini masih tersohor hingga sekarang karena punya banyak daya tarik. Mulai dari keberadaan rumah tinggal Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam, sampai adanya Masjid Jami' Peneleh yang jadi peninggalan Sunan Ampel.
ADVERTISEMENT
Menurut sejarawan Kuncarsono Prasetyo, Peneleh merupakan perkampungan tertua di lir Brantas (pinggir aliran sungai Brantas). "Seorang jurnalis Belanda Ghvon Faber dalam bukunya 'Oud Soerabaia' tahun 1931, mengidentifikasi Peneleh sebagai perkampungan tertua di Surabaya dimana salah satu cirinya adalah keberadaannya di lir Brantas yang menjadi transportasi utama masyarakat di masanya," jelas pria yang akrab disapa Kuncar ini pada Basra, Selasa (6/8).
Nama Peneleh, kata Kuncar, dipercaya berasal dari kata dalam bahasa Jawa 'pinilih', yang bermakna 'terpilih' atau 'kaum pilihan'. Namun pengucapan di masyarakat jadi bergeser dari penilih menjadi peneleh.
Areal pemakaman di tengah permukiman warga. Foto : Masruroh/Basra
Salah satu ciri perkampungan kuno di Surabaya adalah keberadaan makam di tengah permukiman warga. "Dulu setiap warga disini memiliki makam keluarga yang terletak di area rumahnya. Sehingga ketika sekarang Peneleh menjadi kawasan pemukiman padat penduduk, makam-makam itu ada di antara rumah mereka, bahkan di jalan kampung," kata Kuncar yang juga tinggal di kawasan Peneleh.
ADVERTISEMENT
Keberadaan makam-makam tersebut masih ada hingga sekarang. Seperti yang dijumpai Basra di Peneleh gang I. Bahkan saat melintas di Peneleh gang VII, akan dijumpai makam keluarga yang melintang di tengah jalan kampung.
Masjid Jami' Peneleh peninggalan Sunan Ampel. Foto : Masruroh/Basra
Di kampung Peneleh juga terdapat sebuah peninggalan kuno yang terkenal, yakni Masjid Jami’ Peneleh. Lokasinya di Peneleh Gang V. Masjid Jami’ Peneleh disebut-sebut sebagai masjid tertua di Surabaya yang merupakan peninggalan Sunan Ampel.
Menurut penjelasan Kuncar, Sunan Ampel melakukan perjalanan bersama rombongannya dari ibukota Majapahit menyusuri Kalimas menuju Ampeldenta. Ia memutuskan mampir di Peneleh, karena mendengar di kawasan tersebut telah bermukim komunitas muslim. Namun, mereka belum memiliki tempat ibadah yang layak. Sunan Ampel lantas memimpin rombongannya beserta warga setempat dalam pembangunan Masjid Jami' Peneleh yang awalnya hanya berupa langgar.
ADVERTISEMENT
Pada masa pertahanan kemerdekaan, masjid ini dijadikan tempat berembug Laskar Hizbullah menyusun strategi melawan penjajah Belanda.
Banyak makam yang berada di halaman rumah warga.
Di kampung Peneleh juga terdapat rumah H.O.S Tjokroaminoto, yang dikenal sebagai guru bangsa. Rumah bersejarah ini terletak di Peneleh gang VII nomor 29—31.
H.O.S Tjokroaminoto merupakan tokoh pergerakan Indonesia yang lahir di Madiun, Jawa Timur. Tjokroaminoto pindah ke Surabaya pada bulan September 1907 bersama istrinya Soeharsikin, dan lima anaknya Oetari, Oetarjo Anwar, Harsono, Islamiyah, dan Sujud Ahmad. Ternyata saat di Surabaya Tjokroaminoto juga menampung pemuda-pemuda yang sekolah di lembaga pendidikan milik Pemerintah Hindia Belanda.
Rumah H.O.S Tjokroaminoto di Peneleh. Dok. Kemendikbud
Di rumah ini pula Tjokroaminoto sering bertukar pemikiran dengan Tan Malaka ataupun Presiden Soekarno, yang saat itu sedang melanjutkan pendidikan di Hogere Burger School, Surabaya. Tjokroaminoto dikenal sebagai tokoh pergerakan Islam memperjuangkan nasib masyarakat tertindas.
ADVERTISEMENT
Di kawasan Peneleh akan dijumpai pula makam Belanda. Kompleks pemakaman bernama resmi De Begraafplaats Peneleh Soerabaja yang dibangun tahun 1814 ini merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi golongan atas kaum Eropa yang pernah bermukim di Surabaya. (Reporter : Masruroh / Editor : Windy Goestiana)