Konten Media Partner

Kampung Tempe Kauman, Penghasil Terbesar Tempe di Surabaya

4 Juni 2019 5:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga di Kampung Tempe Surabaya bisa mengolah antara 50-250 kilogram kedelai per hari. Foto: Amanah Nur Asiah/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Warga di Kampung Tempe Surabaya bisa mengolah antara 50-250 kilogram kedelai per hari. Foto: Amanah Nur Asiah/Basra
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak suka tempe goreng? Apalagi tempe yang lebih dulu direndam bumbu jangkep seperti ketumbar garam, kunyit, ketumbar, dan bawang putih sebelum digoreng. Rasanya yang gurih membuat ingin tambah lagi, dan lagi.
ADVERTISEMENT
Di Surabaya ada satu kampung yang semua warganya membuat tempe. Kamu bisa berkunjung ke Kampung Tempe di Jalan Tenggilis Kauman, Gang Buntu 27 RT 04 RW 03, Surabaya, Jawa Timur.
Banyak mural warna-warni yang menggambarkan tempe sebagai makanan favorit di dinding memasuki gang Kampung Tempe. Aroma kedelai pun menyeruak selama menyusuri jalan perkampungan tersebut.
Jajaran cetakan tempe yang terbuat dari balok serta anyaman kayu di depan rumah warga kian menggambarkan bahwa kampung ini adalah salah satu tempat produksi tempe terbesar di Surabaya.
Akses gang ke Kampung Tempe Surabaya. Foto: Amanah Nur Asiah/Basra
Nama Kampung Tempe sudah dikenal sejak 1970-an. Kala itu, total para pengusaha tempe sekitar 200 orang lebih. Tetapi sejalan dengan alih generasi, sayangnya usaha ini tak diteruskan anak-anak mereka.
ADVERTISEMENT
Maka tak heran jika perajin tempe yang mulanya berjumlah ratusan orang tersebut kini menyusut drastis dan hanya tersisa 5 orang. Bahkan pada saat momen Ramadan seperti ini, eksistensi tempe sebagai makanan masyarakat 'sejuta umat' juga tak kunjung membuat daya jualnya semakin meningkat.
"Ini usaha turun-temurun, ada yang baru tahun 2000. Saya sendiri di tahun 2000-an. Sebelumnya saya hanya kulakan (membeli untuk dijual lagi)," kata Yurianto kepada Basra, Jumat (24/5).
Yurianto mengatakan penjualan tempe khususnya di wilayah Surabaya semakin tidak menentu dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, setiap produksi tempe tergantung pada situasi pergerakan harga pasar.
"Hari biasa produksi 90 kilogram. Lihat pasarnya juga, kalau lagi sepi gitu hanya produksi 80 kilogram," ucap Yurianto.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan sejumlah bahan makanan yang meningkat pada bulan Ramadan, menurut Yurianto permintaan pasar untuk tempe justru menurun berangsur-angsur. Jika di luar Ramadan produksi tempe bisa mencapai 100 kilogram, namun saat Ramadan jumlahnya menurun hingga 50 persen.
"Meski turun, tapi masih bisa jual 50 kilogram sudah bagus," kata Yurianto.
Selain diolah menjadi tempe mentah juga dibuat keripik tempe yang omsetnya jauh lebih menjanjikan. Foto : Amanah Nur Asiah/Basra
Melihat pemasaran yang semakin lesu, Yurianto berharap akan ada stabilitas harga bahan baku utama tempe, yakni kedelai.
"Harapanya ya tetap stabil aja, enggak neko-neko. Harga komoditas seperti kedelai tetap stabil. (Harga jual) Dari saya satu bungkus yang besar Rp 1.500 yang kecil Rp 750. Kalau dijual lagi ke bakul yang kecil jadi Rp 1.000, yang besar Rp 2.000," ujar Yurianto.
Selain memproduksi tempe biasa, warga Kampung Tempe juga membuat inovasi olahan dari tempe berupa keripik. Nur Hasan, seorang perajin keripik tempe, mengatakan sudah 'melirik' bisnis keripik tempe sejak 2012 karena banyak peminatnya. Dia rata-rata menghabiskan sekitar 250 kilogram kedelai per hari untuk diolah menjadi tempe dan keripik tempe.
ADVERTISEMENT
"Kini kami juga fokus untuk mengembangkan keripik tempe karena permintaannya masih besar dibandingkan tempe biasa," ucap Nur Hasan.
Olahan tempe Kauman memang menjadi perhatian untuk menambah nilai jual tempet. Nur Hasan menyebut Dinas Perdagangan dan Perindustrian Surabaya bahkan pernah memberi pelatihan membuat bakso tempe dan nugget tempe.
Reporter: Amanah Nur Asiah Editor: Windy Goestiana