Konten Media Partner

Kasus Keracunan MBG Terjadi Lagi, Pakar Kesehatan Ingatkan Soal Ini

5 Mei 2025 6:11 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa di Surabaya sedang menyantap MBG. Menurut pakar kesehatan keracunan MBG dikarenakan penanganan makanan yang kurang tepat, contohnya dalam aspek penyimpanan dan distribusi. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Siswa di Surabaya sedang menyantap MBG. Menurut pakar kesehatan keracunan MBG dikarenakan penanganan makanan yang kurang tepat, contohnya dalam aspek penyimpanan dan distribusi. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kasus keracunan Menu Bergizi Gratis (MBG) pada pelajar kembali terjadi. Terbaru, 400 pelajar di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, merasakan mual, pusing, sakit perut, hingga diare. Mereka keracunan diduga karena menyantap menu MBG.
ADVERTISEMENT
Dede Nasrullah Pakar Kesehatan UM Surabaya menyebut pemerintah harus segera melakukan evaluasi terkait dengan pengelolaan menu makanan tersebut.
Dede yang juga Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya menyebut beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah.
Pertama, Badan Gizi Nasional (BGN) harus memastikan bahwa satuan pelayanan pemenuhan gizi atau yang disebut SPPG ini harus memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh BGN mengenai penyediaan makanan dan pendistribusian secara ketat dan berkala dalam melakukan pengecekan.
“Perlu untuk memperketat Standard Operating Procedure (SOP) secara menyeluruh, mulai dari pengawasan, pengadaan bahan-bahan, pengolahan, penyimpanan, hingga penyajian kepada para siswa penerima program MBG," ujar Dede, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Senin (5/5).
Kedua, SPPG harus memperhatikan higienis makanan yang akan disajikan jangan sampai makanan yang diberikan tidak hiegienis baik dalam penyediaan proses hingga dalam penyajian.
ADVERTISEMENT
“SPPG harus memiliki pengetahuan terkait pembuatan makan bagi anak, pemerintah jangan asal memberikan izin kepada SPPG harus ada kroscek yang ketat baik dari tempat lokasi dan semuanya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Dede, pemerintah harus selalu melakukan monitoring dan harus tegas jika ditemukan kasus serupa.
“Jika terjadi maka izin yang sudah diberikan kepada satuan pengelola makanan segera dicabut dan tidak diberikan untuk mendistribusikan makanan kembali,” tuturnya.
Dede juga memberikan pesan kepada penerima MBG, agar mengenali tanda-tanda makanan yang sudah basi atau tidak higienis.
“Misalnya makanan basi umumnya dapat dikenali melalui perubahan aroma, tekstur, dan warna. Sebaiknya masyarakat untuk membiasakan mencium makanan sebelum mengonsumsinya sebagai langkah awal pencegahan,” tegas Dede.
Kata dia, pengecekan menggunakan panca indra sering kali cukup efektif untuk menghindari konsumsi makanan yang berbahaya. Jenis makanan berkarbohidrat seperti nasi, mie, dan lontong cenderung cepat basi jika disimpan terlalu lama pada suhu ruang, ditandai dengan bau asam, tekstur berlendir, atau munculnya jamur.
ADVERTISEMENT
Dede menyebut, bahwa permasalahan MBG ini dikarenakan penanganan makanan yang kurang tepat, contohnya dalam aspek penyimpanan dan distribusi.
“Makanan yang disajikan dalam jumlah besar itu harus melalui proses hiegienis yang ketat termasuk penyajiannya,” pungkasnya.