Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Kata Komnas PA Terkait Kasus Kekerasan Seksual di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang
11 Juli 2022 7:08 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pelarian Moch Subachi Azal alias mas Bechi (42) putra dari pemilik PondoK Pesantren (ponpes) Majmahal Bahrain Sidiqiyah di Jombang berakhir setelah Polda Jawa Timur menjemput mas Bechi dari persembunyiannya di Ponpes Shiddiqiyyah. Sebelumnya Polda Jawa Timur telah menetapkan mas Bechi sebagai DPO untuk kejahatan seksual terhadap santriwatinya.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai penjemputan mas Bechi secara paksa tidak perlu terjadi secara dramatis jika yang bersangkutan kooperatif setelah gugatan praperadilan mas Bechi dalam statusnya sebagai tersangka ditolak oleh PN Jombang.
"Dengan demikian seharusnya mas Bechi menyerahkan diri untuk mempertanggungjawabkan tuduhan sebagai predator kekerasan seksual terhadap sejumlah santriwatinya," ujar Arist dalam keterangan tertulis yang diterima Basra, Minggu (10/7) malam.
Arist menerangkan bersamaan dengan ditangkap dan ditahannya terduga predator seksual terhadap santriwatinya oleh Polda Jatim, Menteri Agama mengambil sikap mencabut izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah dengan alasan telah melanggar hukum melakukan kekerasan seksual terhadap santriwatinya.
"Dengan ditutupnya Ponpes Shiddiqiyyah telah menghilangkan kesempatan para santriwati mendapat hak atas pendidikan," tukasnya.
ADVERTISEMENT
Agar tidak menimbulkan ketidakpastian para santri mendapat hak atas pendidikan, Komnas Perlindungan Anak meminta Menteri Agama untuk mencari solusi dan formulasi pasca dicabutnya izin operasional Ponpes Shiddiqiyyah.
"Untuk menjamin keberlangsungan hak anak atas pendidikan di Ponpes Shiddiqiyyah, Komnas Perlindungan Anak meminta Menteri Agama dan Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur menjamin hak-hak anak dalam pendidikan dengan memberikan kesempatan kepada orang tua para santri untuk menarik sementara anak-anaknya dan memindahkan mereka ke ponpes lain di wilayah Jombang," jelasnya.
Sementara itu, untuk penegakan hukumnya agar berkeadilan bagi korban, Komnas Perlindungan Anak meminta Polda Jatim untuk menjerat dengan pelaku pasal 82 UU RI No.17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perppu No 01 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang ditetapkan 12 April 2022, dengan ancaman 20 tahun pidana penjara dengan kemungkinan mendapat hukuman berupa tambahan hukuman kebiri melalui suntik kimia.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya kasus kekerasan seksual di lingkungan lembaga pendidikan yang berlatarbelakang agama dan non agama dan dalam lingkungan terdekat anak, kata Arist, sudah sepatutnya ada kehadiran Gubernur Jawa Timur untuk membangun gerakan perlindungan anak.
"Ini perlu untuk memutus mata rantai kekerasan seksual di lingkungan lebih kurang 5000 lembaga pendidikan yang tersebar di Jawa Timur serta membangun gerakan perlindungan anak berbasis keluarga dan komunitas," tandasnya.
"Serta meminta Dinas Pendidikan Pemprov Jawa Timur untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga pendidikan termasuk izin lembaga pendidikan. Gubernur Jawa Timur patut hadir dan memberikan jangan berdiam diri," tambah Arist.