Konten Media Partner

Kata Pakar Pendidikan Soal Viral Guru Biologi Minta Siswa Gambar Alat Kelamin

3 Mei 2025 6:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi siswa sedang menggambar. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi siswa sedang menggambar. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Jagat media sosial sempat dihebohkan viralnya unggahan video seorang guru di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, yang merekam para siswanya tengah mengerjakan tugas menggambar alat kelamin sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam rekaman video yang diunggah guru tersebut ke media sosial pribadinya hingga viral, pengajar tersebut meminta para muridnya untuk menggambar alat kelamin mereka sendiri sesuai jenis kelamin masing-masing. Adapun tugas dalam video tersebut disebutkan sang guru yang merupakan guru Biologi, jika para siswa itu tengah belajar mengerjakan soal ujian mata pelajarannya.
Pakar Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Holy Ichda Wahyuni turut angkat bicara terkait vitalnya video yang telah dihapus sang pengunggah. Menurut Holy, unggahan video tersebut memang dapat menimbulkan kontroversi, apalagi dalam masyarakat yang masih menganggap edukasi seksual sebagai hal tabu.
Namun Holy menegaskan, penting untuk melihat konteks, pendekatan, dan tujuan dari pembelajaran tersebut secara objektif sebelum memberikan penilaian apalagi reaksi yang berlebihan terhadap sang guru.
ADVERTISEMENT
“Saya melihat isi kolom komentar video tersebut sedikit miris. Sebab akhirnya banyak tudingan dengan kata-kata tidak senonoh terhadap guru tersebut, seperti mohon maaf guru porno, guru sangean, itu kan sangat miris. Dari sini, sebenarnya siapa yang lebih layak dianggap sebagai pelaku pelecehan seksual? Sang guru, atau mereka yang menghakimi,” ujar Holy, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Sabtu (3/5).
Lebih jauh, kata Holy, jika mau dikaitkan dengan konteks pembelajaran, permintaan menggambar alat kelamin dalam mata pelajaran Biologi sebenarnya merupakan bagian dari pendekatan visual untuk memahami anatomi tubuh manusia.
“Dalam ilmu biologi, memahami sistem reproduksi adalah bagian esensial kurikulum. Nah, jika situasinya guru menyampaikan ini secara ilmiah, edukatif, dan sesuai dengan usia perkembangan peserta didik, maka tindakan itu masuk dalam ranah pendidikan, bukan pelanggaran etika,” terang Holy.
ADVERTISEMENT
Holy yang merupakan Dosen PGSD tersebut menjelaskan, dalam teori konstruktivis, dengan menggambar, siswa bukan hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga aktif membangun pemahaman mereka.
Dalam banyak budaya, pembicaraan tentang organ reproduksi manusia atau seksualitas khususnya alat kelamin, masih dianggap tabu. Padahal, tabu ini justru menyumbang pada minimnya literasi seksual di kalangan remaja.
“Ketertutupan informasi seringkali menyebabkan mereka mencari tahu dari sumber yang tidak kredibel atau terpapar pornografi lebih dini,” imbuhnya.
Menurutnya, dari perspektif filsafat kritis Paulo Freire, pendidikan seharusnya membebaskan dan menyadarkan manusia dari belenggu ketidaktahuan dan opresi kultural. Menjauhkan siswa dari pemahaman tubuhnya sendiri karena alasan "tabu" justru bisa menjadi bentuk penindasan pengetahuan.
“Edukasi seksual seharusnya tidak dilihat sebagai ancaman moral, melainkan sebagai alat untuk menciptakan manusia yang sadar akan tubuh, batas, dan tanggung jawab,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Holy menegaskan, kasus seperti ini seharusnya menjadi pintu dialog, bukan langsung menjadi bahan penghakiman.
“Yang perlu dikritisi adalah metode penyampaiannya, apakah sesuai dengan kurikulum, usia siswa, serta pendekatan etika dan pedagogi yang baik,” pungkasnya.