Konten Media Partner

Kata Pakar Terkait Kabinet Gemuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

21 Oktober 2024 6:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi menjadi presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 setelah tuntas menjalani pelantikan, pada Minggu (20/10).
ADVERTISEMENT
Dalam pemerintahan Prabowo-Gibran ini, jumlah menteri dan wakil menteri lebih banyak dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, era Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Banyaknya jumlah menteri tersebut, Satria Unggul Wicaksana Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya) mengatakan bahwa ada sisi positif dan negatifnya.
“Kabinet yang cukup besar di pemerintahan Prabowo Gibran, tentu kita harus lihat dari sisi peluang dan tantangan,” ujar Satria dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Senin (21/10).
Dari segi positif, ini merupakan salah satu langkah dalam menghadapi situasi geopolitik, serta mengingat jumlah masyarakat Indonesia yang sangat banyak.
“Kalau dilihat dari komposisi kabinet di negara yang mungkin jumlah warganya hampir sama dengan Indonesia, seperti India, itu dilakukan,” katanya.
Meskipun begitu, ia menyampaikan bahwa sisi negatifnya juga harus diperhatikan.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut bahwa dengan banyaknya menteri dan wakil menteri yang menjabat di kementerian nantinya postur anggaran yang dikeluarkan juga akan semakin besar, sehingga menambah beban anggaran.
“Tentu ini juga akan meningkatkan anggaran belanja di masing-masing kementerian dan lembaga. Ini jelas bertentangan dengan prinsip efisiensi,” ungkapnya.
Satria juga mengatakan jika pemilihan komposisi kabinet bukan berdasarkan kapasitas atau kompetensi di bidang masing-masing kementerian tetapi justru karena bagi-bagi kekuasaan, hal ini akan menjadi persoalan dalam pemerintahan.
“Artinya, politik akomodatif ini menjadi tantangan serius ketika misi pemerintahan nantinya akan terpecah dan tidak berada dalam satu koordinasi yang utuh,” tuturnya.
Dengan komposisi seperti itu, ia juga mempertanyakan sejauh mana target-target politik yang disampaikan Prabowo-Gibran saat kampanye bisa direalisasikan dengan kabinet gemuk saat ini.
ADVERTISEMENT
“Nah, ini juga berkaitan dengan nomenklatur, di mana ada sisi positif dan negatifnya,” ucapnya.
Salah satu contoh, Kemendikbudristek yang dipecah menjadi tiga kementerian yakni Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Pendidikan, Riset, dan Teknologi.
Kemudian Kementerian Hukum dan HAM yang dipecah menjadi tiga, yakni Kementerian Hukum, Kementerian HAM, hingga Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Selain itu ada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang dilebur jadi dua, yakni Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal serta Kementerian Transmigrasi.
Satria melihat bahwa hal ini akan menjadi tantangan dan peluang tersendiri bagi berlangsungnya pemerintahan selama lima tahun ke depan.