Konten Media Partner

Kematian Akibat Kanker Paru di Indonesia Tinggi, Dokter AHCC Ungkap Gejalanya

28 April 2025 7:33 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr. Prayudi Tetanto, Sp.P,FCCP,FISR. Dokter Spesialis Paru Adi Husada Cancer Center (AHCC) Surabaya. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
dr. Prayudi Tetanto, Sp.P,FCCP,FISR. Dokter Spesialis Paru Adi Husada Cancer Center (AHCC) Surabaya. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kanker trakea, bronkus, dan paru-paru merupakan jenis kanker yang paling banyak menyebabkan kematian di antara jenis kanker lainnya. Di tahun 2000 ada sekitar 1,3 juta kasus kematian di dunia akibat kanker trakea, bronkus, dan paru-paru.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, angka kematian akibat kanker paru-paru juga terbilang cukup tinggi. Hal ini seperti diungkapkan dr. Prayudi Tetanto, Sp.P,FCCP,FISR. Dokter Spesialis Paru Adi Husada Cancer Center (AHCC) Surabaya.
"Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia, di tahun 2018 jumlah kematian di Indonesia akibat kanker paru-paru sebanyak 26.095 kasus, menjadi yang tertinggi sebagai kanker penyebab kematian di Indonesia," ungkap dr. Prayudi saat menjadi pembicara dalam acara Corporate, insurance, community, dan media gathering bertema 'Sinergi dalam Meningkatkan Kesadaran Menghadapi Kanker Paru dengan Radioterapi Mutakhir', yang digelar AHCC, akhir pekan kemarin.
"Meski angka penderita kanker paru-paru di Indonesia masih di bawah kanker payudara mau pun kanker serviks, tapi secara angka mortalitas (kematian) kanker paru-paru menjadi yang tertinggi di Indonesia," sambungnya.
ADVERTISEMENT
dr. Prayudi menuturkan kanker paru adalah suatu kondisi ketika sel kanker tumbuh di dalam organ paru-paru.
"Nah, bagaimana kanker paru ini bisa tumbuh? Penyebabnya bisa karena faktor genetik, dan bisa juga karena faktor lingkungan seperti kebiasaan merokok, polusi udara, paparan beresiko tinggi di tempat kerja, hingga adanya penyakit paru lainnya," jelas dr. Prayudi.
dr. Prayudi mengatakan, tingginya angka kematian akibat kanker paru karena terlambatnya penanganan. Kebanyakan pasien baru ke rumah sakit jika sudah dalam stadium lanjut. Oleh sebab itu dr. Prayudi mengingatkan pentingnya skrining atau deteksi dini.
"Skrining bisa dilakukan pada individu meskipun dia belum ada gejala tapi sudah berisiko tinggi, misalnya usianya sudah di atas 40 tahun, punya kebiasaan merokok, ada faktor genetik, sering terpapar zat karsinogen, dan mempunyai gaya hidup yang tidak sehat," terangnya.
ADVERTISEMENT
"Skrining ini tujuannya apa? Dengan melakukan skrining bisa menemukan kanker sebelum gejala muncul, menemukan kanker pada stadium dini sehingga pengobatan yang dilakukan tidak mahal, dan tentu saja bisa mengurangi kematian," jelasnya lagi.
Bicara mengenai gejala kanker paru, dr. Prayudi mengingatkan perlunya kewaspadaan apabila mengalami batuk hingga lebih dari dua minggu.
"Kalau sudah batuk selama dua minggu lebih, menurut saya sudah pasti ada apa-apanya. Apalagi kalau sudah disertai berat badan yang makin turun, ada dahak putih dapat disertai darah, sesak napas, nyeri dada, dan suara serak," tukasnya.