Ketua IDAI Jatim: Selama Pandemi Kami Belum setuju Sekolah Tatap Muka

Konten Media Partner
16 Juni 2021 14:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Simulasi pembelajaran tatap muka di Surabaya. Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Simulasi pembelajaran tatap muka di Surabaya. Foto-foto: Amanah Nur Asiah/Basra
ADVERTISEMENT
Juli mendatang, proses pembelajaran tatap muka (PTM) kembali dibuka. PTM yang akan digelar pada tahun ajaran baru 2021/2022 ini, diselenggarakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
ADVERTISEMENT
Di samping wacana tersebut, kasus COVID-19 di beberapa daerah di Indonesia pun kembali melonjak. Tak terkecuali di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
Bahkan, berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia Jawa Timur (IDAI Jatim) per tanggal 14 Juni 2021, secara kumulatif terdapat 2.949 kasus anak di Jatim yang terkonfirmasi COVID-19, dan 24 anak meninggal dunia.
Menanggapi wacana itu, Ketua IDAI Jatim, dr Sjamsul Arief MARS SpA(K) mengaku belum setuju, mengingat kasus COVID-19 belum menurun.
"Kita dari dulu belum setuju dengan rencana tersebut (PTM)," kata dr Sjamsul ketika dihubungi Basra, Rabu (16/6).
Jika PTM memang harus dilakukan, dr Sjamsul menuturkan jika ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Seperti angka COVID-19 melandai, disusul dengan angka kematian yang juga rendah, yakni di bawah 5 persen. Lalu, orang yang bersinggungan dengan murid harus sudah divaksinasi lengkap.
ADVERTISEMENT
Adanya tim mitigasi di sekolah untuk melihat pelaksanaan protokol kesehatan dan mengevaluasi apakah ada anak yang sakit.
"Itu harus ada timnya. Lalu peralatan untuk sterilisasi juga harus ada. Terus jangan full day, seminggu 2-3 kali degan intensitas 2-4 jam. Karena intensitas lamanya waktu itu berpengaruh dengan penularan. Untuk persentasenya, 30 persen dari kapasitas ruangan dan siswa harus mendapat izin dari orang tua," tuturnya.
Terkait akibat dari wacana tersebut, ia mengungkapkan, akan adanya klaster sekolah serta penularan anak kepada orang tua atau orang di rumah yang sangat tinggi.
"PTM interaksinya itu intens. Kemungkinan penularan itu tinggi dan terjadinya klaster sekolah. Seperti diketahui, anak-anak itu tidak terlalu berat. Kemungkinan anak-anak ini OTG yng membawa virus ke rumah. Di rumah kan ada orang tua, kakek, nenek, kalau kena kan ya bisa berisiko. Apalagi di Jatim sudah ada 24 anak meninggal. Itu yang dirawat dokter anak, di luar jangkauan dokter anak mungkin ada lagi," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut, jika 24 anak yang meninggal dunia tersebut juga mempunyai penyakit bawaan dengan hasil COVID-19 positif.
"Jadi memang sebagian besar anak yang meninggal sudah ada komorbid. Ada yang radang otak, radang paru-paru, dan lain-lain. Tapi Covid-nya positif," tambahnya.
Tak lupa dr Sjamsul juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan 5M, terutama di luar rumah.
Pixabay.
Positivity Rate Harus Di Bawah 5 persen
Sementara itu, Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair), dr Windhu Purnomo mengatakan, jika pemerintah ingin membuka kembali sekolah, positivity rate COVID-19 di Indonesia harus di bawah 5 persen.
Ia menyebut, jika saat ini positivity rate di Indonesia masih di atas 20 persen. Menurut WHO, hal tersebut masuk ke dalam klasifikasi tertinggi.
ADVERTISEMENT
"Kita baru agak aman kalau positivity rate itu sudah di bawah 5 persen, apalagi kalau 2 persen itu malah bagus artinya low incident selamanya. Okelah sekolah kita buka. Tapi selama masih di atas 5 persen itu high incident," kata Windhu.
Untuk itu, ia mengimbau pemerintah agat mengkaji ulang wacana tersebut demi keamanan bersama, dan pandemi dapat segera berlalu.
"Rencanan itu oke, tapi nanti dua minggu sebelum rencana tatap muka, kita lihat 1 juli gimana keadaanya. Karena trend kita lagi naik, dan yang harus kita lihat adalah positivity rate," pungkasnya.
Diketahui, di Surabaya sendiri tercatat ada 46.936 guru telah divaksinasi COVID-19. "Guru di Surabaya sudah divaksin semua. Insyaallah kalau tidak ada lonjakan kita akan lakukan sesuai keputusan pusat," tutup Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara.
ADVERTISEMENT