Konten Media Partner

Kisah Carina, Ilmuwan Asal Indonesia Kembangkan Vaksin AstraZeneca

30 September 2023 16:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr Carina saat hadir dalam kuliah tamu yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unair. Foto: Humas Unair
zoom-in-whitePerbesar
Dr Carina saat hadir dalam kuliah tamu yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unair. Foto: Humas Unair
ADVERTISEMENT
Dr Carina Citra Dewi Joe merupakan senior postdoctoral research scientist The Jenner Institute, Oxford University. Pada tahun 2020 lalu, ia turut andil dalam pengembangan vaksin Oxford-AstraZeneca sehingga dapat diproduksi secara massal dan menjadi vaksin yang paling banyak terdistribusi di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Memiliki latar belakang dalam bidang bioteknologi mengantarkan Dr Carina menjadi bagian dari tim pengembang vaksin AstraZeneca di Oxford University. Ia mengawali karirnya dengan berkuliah di The University of Hongkong. Namun, sempat berhenti sejenak karena mengambil sekolah memasak atas perintah orang tuanya.
“Saya sempat berhenti dari dunia bioteknologi karena mengambil sekolah memasak atas perintah orang tua saya, tapi saya merasa tidak nyaman. Saya memutuskan kembali pada cita-cita awal saya untuk menjadi ilmuwan,” ujar Dr Carina saat menceritakan latar belakang pendidikannya ketika hadir dalam kuliah tamu yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unair, belum lama ini.
Dr Carina kemudian melanjutkan pendidikan master dan doktoral di Royal Melbourne Institute of Technology, Australia. Ia bergabung dalam beberapa proyek pengembangan vaksin, salah satunya vaksin hepatitis B. Pengalaman tersebut yang membawanya pada tawaran untuk bergabung ke The Jenner Institute sebagai research scientist.
ADVERTISEMENT
Tiga bulan sebelum pandemi, Dr Carina bersama tim dari The Jenner Institute menyusun proyek pengembangan vaksin rabies. Pada Februari 2020, jumlah kasus COVID-19 semakin bertambah sehingga ia beralih tugas untuk mengembangkan vaksin untuk menangani penyebaran COVID-19.
Dr Carina mengaku sempat mengalami masa-masa berat saat bekerja mengembangkan vaksin kala pandemi.
“Saya bekerja 16-18 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Kami tidak sempat untuk merekrut orang baru karena tekanan dan tenggat waktu yang terbatas. Saya pun sempat berpikir untuk berhenti dari pekerjaan ini, tapi rekan saya meyakinkan bahwa ada banyak orang yang membutuhkan bantuan dan kami sebagai ilmuwan bertanggung jawab atas hal tersebut,” jelas Dr Carina.
Dr Carina bangkit dan berhasil menemukan solusi agar vaksin AstraZeneca dapat terdistribusi secara massal ke berbagai negara. Ia mengembangkan large scale manufacturing, yaitu dengan meningkatkan skala produksi dan berkolaborasi dengan industri manufaktur dari beberapa negara untuk mempermudah proses distribusi vaksin. Dengan begitu vaksin AstraZeneca dapat terdistribusi tidak hanya untuk negara-negara maju, tapi juga negara berkembang.
ADVERTISEMENT
“Kesederhanaan adalah kunci untuk proses distribusi produksi. Dengan membuat proses pengembangan vaksin yang lebih sederhana, maka akan banyak laboratorium lain yang bisa membantu pendistribusian vaksin ini. Semua negara berhak mendapat dan memproduksi vaksin,” ujar Dr Carina.