Konten Media Partner

Kisah Nisa dan Ulfa, Perawat Nenek-Nenek Kelainan Jiwa

15 Oktober 2019 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penghuni Barak E sedang bersantai setelah menikmati es kacang hijau pada Senin (14/10). Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Penghuni Barak E sedang bersantai setelah menikmati es kacang hijau pada Senin (14/10). Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
Hampir tiga tahun ini, Nina Sari dan Maria Ulfa memilih berkarir di tempat yang tak biasa. Lulusan sekolah perawat di Surabaya ini ternyata lebih tertarik merawat orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ di Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih Surabaya.
ADVERTISEMENT
Nina bertugas di Barak E yang ditempati perempuan rawan sosial ekonomi (PRSE), gelandangan dan pengemis (gepeng) perempuan, serta lansia dengan ODGJ. Sedangkan Ulfa bertugas di Barak C, khusus para ODGJ perempuan.
Menjadi perawat lansia dengan ODGJ membuat Nina harus belajar tentang geriatri. Geriatri merupakan cabang ilmu yang membantu menangani penyakit pada lansia secara umum. Perawat geriatri ini dilatih untuk bisa mengatasi masalah kesehatan pada lansia karena menurunnya daya ingat, kesulitan menahan buang air besar, serta sulit untuk melakukan aktivitas harian seperti makan, mandi, dan berpakaian sendiri. Ditambah dengan riwayat ODGJ, lansia tersebut jadi makin butuh bantuan intensif.
"Dulu saat kuliah saya paling tidak suka mata kuliah keperawatan jiwa. Takut gitu membayangkan merawat orang gila. Tapi saat ada di sini, enggak semua stigma itu benar," kata Nina pada Basra, Senin (14/10).
Nina Sari saat menuangkan es kacang hijau yang akan dibagi kepada penghuni Barak E di Liponsos Keputih (14/10).
Memang ada, kata Nina, lansia dengan ODGJ yang sering membentak dan mengumpat. Kalau sudah begitu, Nina memilih untuk merendahkan suara, berkata lebih tegas, dan tidak terpancing emosi.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya balas marah dan teriak, enggak ada bedanya saya sama mereka," kata Nina tersenyum.
Ketelatenan Nina memandikan, memakaikan baju, memberi makan, dan mendengarkan cerita nenek-nenek di Liponsos membuatnya disukai sebagai teman curhat.
Bahkan, ada satu nenek yang sudah berkali-kali dipulangkan ke keluarganya di Sidoarjo, tapi beberapa hari kemudian terjaring razia Satpol PP Surabaya dan kembali ke Liponsos Keputih. "Malah yang terakhir ini dia pergi dari rumah sudah diberi sangu sama keluarganya. Kata si mbah dia enggak dibutuhkan lagi di rumahnya. Anak-anak si mbah ini bilang kalau si mbah ini nyepet-nyepet i moto (bikin sakit mata saja)," cerita Nina.
Padahal selama berada di bawah perawatan Nina, si mbah yang diketahui bernama Sunarti ini selalu kalem, penurut, dan tidak pernah berbuat onar.
ADVERTISEMENT
Beda Nina, beda pula cerita dari Ulfa. Kata perempuan berusia 27 tahun ini dia banyak merawat ODGJ perempuan karena persoalan rumah tangga.
"Ada yang gila karena cinta, ada juga yang ditelantarkan karena warisan. Jadi ada ibu yang sudah sempat diambil sama keluarga, tapi ternyata bukan dirawat. Cuma disuruh tanda tangan surat warisan, lalu ditelantarkan begitu saja sama keluarganya. Akhirnya masuk sini lagi," kata Ulfa.
Maria Ulfa dengan salah satu penghuni di Barak E.
Penghuni Barak C kini 'hanya' tersisa 164 orang dari 450 orang pada 2017. Kebanyakan dari mereka sudah dijemput keluarga.
"Tapi ada juga yang keluarganya ragu-ragu menjemput karena si ibu ini sudah hilang selama 37 tahun. Dia dulu sulit untuk mengaku dari mana asalnya. Dia bilang namanya Nuri asalnya dari Sawahlunto, Sijunjung, Sumatera Barat. Pas kami telusuri keluarganya, mereka bilang punya saudara namanya Inur, bukan Nuri. Dan saat diperlihatkan wajahnya memang sudah jauh berbeda dengan ibu Nuri yang ada di sini. Karena itu mereka masih ragu untuk menjemput," cerita Ulfa.
Salah satu sudut di Barak C yang menampung psikotik perempuan di Liponsos Keputih Surabaya. Foto-foto : Windy Goestiana/Basra
Barak C yang jadi 'kantor' Ulfa memang terbagi atas beberapa ruangan. Ada ruangan yang jadi kamar klien, ada juga ruangan mandi untuk mereka. Setiap Barak dipisahkan pintu bergembok yang hanya bisa dibuka petugas.
ADVERTISEMENT
Berinteraksi dengan ODGJ yang memiliki luka masa lalu membuat Ulfa dan Nina selalu bersyukur dengan kehidupan yang mereka miliki saat ini. Bahkan, dua perawat ini jadi makin memahami pentingnya memiliki sikap legawa atas persoalan yang terjadi dalam hidup.
"Kalau ada perubahan yang dirasakan sama keluarga sejak saya kerja disini bukan saya jadi gila, tapi suara saya jadi lebih keras kalau ngomong sama orang," kata Ulfa tertawa. (Reporter : Windy Goestiana)