Konten Media Partner

Kisah Sukma Wujudkan Mimpi Jadi Guru Sembari Rawat Suami dan Anak yang Sakit TBC

28 Februari 2025 6:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sukma Prabawati. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Sukma Prabawati. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kamis (27/2) menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Sukma Prabawati, S.Pd., Gr. Di hari itu Sukma telah mewujudkan mimpinya menjadi seorang guru profesional di tengah perjuangannya merawat suami dan buah hatinya yang menderita Tuberkulosis (TBC).
ADVERTISEMENT
Sukma bersama 3.730 lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) diambil sumpah Kamis siang itu, setelah dinyatakan lulus pada program PPG di Unusa.
Ketika memutuskan untuk ikut PPG, Sukma menyadari bahwa tantangannya tidak hanya pada akademik, tetapi juga pada kehidupan pribadinya. Anak dan suaminya yang sedang sakit pada saat itu membutuhkan perhatian ekstra. Namun, takdir membawanya ke Unusa, yang letaknya berdekatan dengan Rumah Sakit Islam Surabaya Jemursari, tempat anaknya menjalani pemeriksaan rutin.
"Suami dan anak saya divonis TBC dalam waktu yang hampir bersamaan, sekitar 2,5 tahun lalu," ujar alumni S1 Pendidikan Akuntansi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar dari Universitas Terbuka (UT) ini kepada Basra, usai pengukuhan.
ADVERTISEMENT
“Awalnya saya sempat khawatir bagaimana bisa membagi waktu antara kuliah dan keluarga. Tapi saya percaya, ini semua rencana Tuhan. Saya ditempatkan di Unusa bukan kebetulan, ini adalah jalan yang diberikan kepada saya agar bisa tetap menjalani keduanya,” sambung istri dari Aditya Perwira Putra ini.
Salah satu keputusan paling berani diambil ketika ia memutuskan untuk membawa putrinya ke kampus mengikuti perkuliahan. Bagi sebagian orang, membawa anak saat kuliah mungkin bukan hal biasa, tetapi bagi Sukma, ini adalah bentuk perjuangan dan pembelajaran hidup yang nyata.
Ketika perkuliahan tidak terlalu padat atau tidak berlangsung lama, ia memilih untuk membawa putrinya ke dalam kelas. Tapi jika kelas berlangsung lama dan intensif, ia menitipkannya kepada mertua atau kakak ipar. Sukma juga membawa putrinya ke kampus berbarengan dengan jadwal berobat sang putri di RSI Jemursari yang memang satu kompleks dengan Unusa.
ADVERTISEMENT
“Kalau pertemuan di kelas hanya satu atau dua sesi, saya memilih untuk membawa anak. Ketimbang rewel di rumah mencari saya, lebih baik diajak. Kemudian kalau dia jadwalnya kontrol, saya ajak kuliah dulu di kampus. Saya pikir, ini juga bisa menjadi pengalaman untuknya,” ungkap ibu dari Salsabila Ganesa Prabawati ini.
Tentu saja, membawa anak yang masih berusia balita ke kelas kuliah bukan hal mudah. Ada saat di mana putrinya mulai merasa bosan dan mulai mencari perhatian. Namun, berkat dukungan teman-teman sekelas dan dosen, situasi ini bisa berjalan dengan baik.
“Teman-teman di kelas sangat pengertian. Kadang kalau anak saya mulai rewel, ada yang membantu menghibur. Bahkan ada dosen yang mengatakan bahwa ini adalah contoh nyata bagaimana perempuan bisa berdaya tanpa harus mengorbankan keluarga,” kenangnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu momen paling mengesankan adalah ketika putrinya mulai terbiasa dengan suasana kelas, sering memperhatikan ibunya saat mengoperasikan laptop dan akhirnya mulai mencoba sendiri.
“Ada satu momen yang sangat berkesan buat saya. Anak saya, yang masih dua tahun, tiba-tiba bisa menyalakan laptop sendiri dan menggerakkan kursor. Saya terkejut, tapi kemudian sadar, mungkin karena dia sering melihat saya menggunakannya di kelas. Ternyata, anak kecil itu cepat belajar hanya dengan melihat,” terangnya.
Bagi Sukma, ini bukan sekadar cerita tentang anak kecil yang penasaran dengan teknologi. Ini bukti bahwa lingkungan pendidikan sangat berpengaruh pada perkembangan anak.
“Saya jadi berpikir, bagaimana kalau setiap anak sejak dini sudah diperkenalkan dengan dunia pendidikan dengan cara menyenangkan? Saya yakin, mereka akan tumbuh dengan kecintaan terhadap belajar,” katanya.
ADVERTISEMENT
Tentu mengatur waktu antara kuliah, mengurus keluarga, dan menyelesaikan tugas bukanlah hal mudah, Sukma harus benar-benar disiplin agar semuanya bisa berjalan dengan baik.
“Saya punya aturan sendiri. Saat di kampus, saya maksimalkan untuk mengerjakan tugas. Begitu di rumah, fokus untuk keluarga. Jika ada tugas yang harus dikerjakan di rumah, saya biasanya menitipkan anak ke mertua atau kakak ipar,” ungkapnya.
Sikap disiplin dan pengorbanannya membuahkan hasil. Ia berhasil menyelesaikan PPG dengan IPK 3.96, sebuah pencapaian luar biasa di tengah berbagai tantangan yang ia hadapi.