Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Kisah Warni Asal Tuban, Pemintal Benang yang Bertahan dengan Upah Rp 25 Ribu
16 September 2024 7:30 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Tangannya cukup terampil memutar roda kayu dari sebuah alat pintal benang di depannya. Tangan lainnya terlihat menggenggam kapas putih. Dia adalah Warni, perempuan paruh baya asal Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur, ini merupakan seorang pemintal benang tradisional.
ADVERTISEMENT
Profesi sebagai pemintal benang tradisional telah dilakoni Warni sejak masih berusia belasan tahun, tepatnya pada 1993 silam. Hingga kini Warni masih bertahan sebagai pemintal benang meski upah yang didapat tak sepadan.
"Sudah dari 1993 (jadi pemintal benang). Dari satu gulung kecil benang saya dapat (upah) Rp 25 ribu untuk warna putih, kalau yang berwarna saya dapat Rp 40 ribu," ujar Warni saat ditemui Basra disela gelaran Festival Ekonomi Syariah (FeSyar) Jawa 2024 yang digelar di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, akhir pekan kemarin.
Warni melanjutkan, satu gulung kecil benang mampu ia selesaikan dalam kurun waktu 3 hari. Gulungan benang tersebut lantas dijual kepada para penenun kain gedog di Kecamatan Kerek.
ADVERTISEMENT
Keterampilan memintal benang didapatkan Warni dari sang ibu. Demikian pula dengan alat yang digunakannya juga merupakan milik sang ibu.
Alat pintal tradisional itu terbuat dari kayu yang dirancang sedemikian rupa untuk memintal kapas menjadi benang. Alat pintal ini disebut jontron.
"Jontron ini punya nenek saya, lalu diturunkan ke ibu saya, sekarang ke saya," imbuh ibu tiga anak ini.
Dalam kesehariannya, Warni mulai melakukan pekerjaannya memintal benang usai menyiapkan sarapan untuk keluarganya atau sekitar jam 8 pagi. Warni melakoni rutinitasnya sebagai pemintal benang hingga jam 4 sore setiap harinya.
"Mintalnya di rumah, mulai jam 8 pagi sampai jam 4 sore," tukasnya.
Untuk bahan baku benang berupa kapas, Warni mengaku mengambil dari hasil kebunnya sendiri.
ADVERTISEMENT
"Ada (kebun kapas) punya sendiri. Sudah dari zamannya nenek sampai sekarang kebun kapasnya," tandas Warni.
Warni mengaku bisa memintal benang jika kebun kapasnya berbuah. Namun jika tidak ada bahan baku untuk memintal, Warni akan bekerja sebagai buruh di ladang jagung.