Klenteng Boen Bio Surabaya, Peninggalan Belanda dengan 3 Arsitektur Kuno

Konten Media Partner
22 Januari 2023 7:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Klenteng Boen Bio di kawasan Kapasan, Surabaya. Foto-foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Klenteng Boen Bio di kawasan Kapasan, Surabaya. Foto-foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di Kota Surabaya masih banyak dijumpai bangunan bersejarah yang dibangun di zaman Belanda dan masih kokoh berdiri hingga saat ini. Salah satunya Klenteng Boen Bio di kawasan Kapasan.
ADVERTISEMENT
"Awalnya klenteng bernama Boen Tjiang Soe yang memiliki arti mewarisi dan menggemilangkan kesusastraan," kata Muharrom, penjaga klenteng, kepada Basra, belum lama ini.
Bangunan yang tercatat sebagai salah satu cagar budaya sejak 2012 ini, dibangun pada 1883 atas inisiatif Go Tiek Lie dan Co Toe Siong. Kala itu mereka kesulitan menemukan tempat ibadah untuk orang Tionghoa, sehingga atas bantuan Majoe The Boen didirikanlah klenteng di daerah pemukiman Kapasan dalam.
"Waktu itu masih di belakang klenteng ini. Namun karena sulitnya akses masuk, maka pada 1906 klenteng ini dibongkar dan dipindahkan agak maju, di tepi jalan raya tepatnya di Jalan Kapasan," terang Muharrom.
Gotik Lie dan Lo Toen Siong melakukan derma dan menghasilkan sejumlah uang. Mereka mendatangkan arsitektur dari Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Dikatakan Muharrom jika klenteng Boen Bio memiliki 3 gaya arsitektur, yakni Belanda, Tiongkok, dan Jawa.
"Gaya Belanda bisa dilihat pada ubin klenteng yang memakai ubin kuno dengan ukiran khas Belanda. Kemudian arsitektur Jawa bisa dilihat pada gebyok yang dipasang pada altar klenteng. Nah gaya Tiongkok itu salah satunya bisa dilihat pada kaligrafi yang ada di sini," papar Muharrom.
Pembangunan klenteng pun selesai pada 1907 dan diresmikan dengan nama yang kini dikenal sebagai Boen Bio yang memiliki arti kuil para terpelajar.
Meski telah berdiri puluhan tahun, namun bangunan tersebut tidak banyak berubah hingga kini. Ornamen dan bentuknya masih terjaga dan dirawat oleh para pengurus klenteng.
Pilar-pilar dengan ukiran naga sebagai simbol berkah dan anugerah menjadi doa dan harapan agar klenteng tersebut membawa kebaikan untuk semua orang.
ADVERTISEMENT
“Bangunan ini tidak pernah dipugar tapi hanya dirawat. Misalnya dilakukan pengecatan," pungkas Muharrom.