Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.3
19 Ramadhan 1446 HRabu, 19 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Kota Surabaya Krisis Lahan Pemakaman, Eri Cahyadi: Tanahe Wis Gak Onok
18 Maret 2025 11:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat soal keterbatasan lahan makam. Orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya itu menyadari, tidak ada lagi lahan tanah yang dapat digunakan untuk makam di Kota Pahlawan.
ADVERTISEMENT
Eri mengatakan, pemkot sudah tidak bisa lagi menyediakan Tempat Pemakaman Umum (TPU) untuk warga karena keterbatasan lahan. Selain itu, juga karena adanya keterbatasan anggaran sehingga pemkot tidak bisa melakukan pembebasan lahan lebih banyak lagi untuk makam.
“Kita sudah tidak bisa menyediakan lahan makam untuk warga Surabaya, tanahnya siapa? Di (TPU) Keputih pun dibuat panggung (ditumpang), kalau ada saudara-saudaranya yang meninggal ya sudah ditumpang, tanahe wis nggak onok (sudah tidak ada lahannya). Ada tanah yang kita manfaatkan untuk pergerakan ekonomi dan lain-lainnya,” kata Eri, Selasa (18/3).
Selain itu, Eri juga meminta kepada jajarannya untuk mendata jumlah warga di setiap perkampungan yang memiliki TPU aktif. Dengan begitu, maka akan diketahui jumlah warga yang bisa dimakamkan di TPU tersebut.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari DLH, terdapat 13 lahan makam dan 1 krematorium yang dikelola oleh Pemkot Surabaya. Sementara itu, lahan makam yang berada di kawasan perkampungan ada sebanyak 535.
“Selagi makam itu aktif dihitung RW itu masih ada berapa jiwa, dilihat masih bisa apa tidak makam ini menampung total jiwa di kampung tersebut. Nah, kalau bisa, otomatis harus dimakamkan di makam situ dan tidak boleh di TPU Keputih, karena makam di Keputih itu khusus untuk kampung yang tidak menyediakan makam” tuturnya.
Menurut dia, Pemkot Surabaya tidak bisa jika harus melakukan pembebasan lahan untuk makam. Sebab harga tanah di Surabaya semakin mahal. Maka dari itu, ia ingin sistem tumpang ini dilakukan dan disosialisasikan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya sosialisasi ke masyarakat, Eri juga meminta kepada Sekretaris Daerah (Sekda) dan Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat untuk menyampaikan hal tersebut kepada DPRD Surabaya sebagai bahan diskusi. Karena, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Pemkot Surabaya memiliki skala prioritas, mulai dari untuk biaya rumah tidak layak huni (rutilahu), pendidikan hingga kesehatan gratis.
“Tanah sudah tidak ada, lalu mau bebaskan tanah? Duitnya berapa? Pembebasan tanah itu bisa Rp 4 - Rp 5 juta per meter, sama saja beli rumah. Mau pilih mana? Mau membebaskan tanah atau lebih manfaat untuk menyelesaikan kemiskinan? Warga Surabaya juga harus tahu itu,” tandasnya.