Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Kriminolog: Mayoritas Pelaku Penculikan Anak Dikenali Korban
7 Januari 2023 10:55 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Belum tuntas pengusutan kasus penculikan MA, bocah 6 tahun asal Jakarta Pusat, kini lagi anak menjadi korban penculikan. Di Kota Cilegon, Banten seorang bocah perempuan berusia 4 tahun, diculik orang yang masih kerabatnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kriminolog Universitas Surabaya (Ubaya), Dr. Elfina L.Sahetapy, S.H., LL.M mengungkapkan, kasus penculikan anak bisa dibagi dalam beberapa kategori, yakni kasus penculikan murni, kasus penculikan karena nafsu birahi, dan kasus penculikan trafficking.
"Penculikan murni itu penculikan yang dilakukan dengan berkedok pemerasan. Jadi anak diculik dulu kemudian orang tuanya diperas. Kemudian penculikan karena nafsu birahi. Jadi dia diculik untuk memuaskan nafsu birahi dari si penculik. Ada juga penculikan yang berakhir dengan trafficking (perdagangan)," ujar Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Ubaya ini kepada Basra, Sabtu (7/1).
Dijelaskan perempuan yang kerap disapa Ina ini, penculikan murni dengan tujuan pemerasan maka keuntungan akan murni diambil oleh si penculik yang sudah mengambil resiko melakukan tindak penculikan.
ADVERTISEMENT
"Dia melakukan pemerasan pada orang tua korban. Biasanya penculikan yang seperti ini penculik sudah tahu targetnya siapa. Jadi dia tidak random melihat target tapi yang mana orang tuanya yang dia tahu punya kemampuan untuk dia peras. Jadi dia sudah mengamati targetnya ya," paparnya.
Sedangkan penculikan untuk hasrat pemuas (birahi), lanjut Ina, biasanya agak sedikit random bagi pelaku menculik korbannya. Penculik biasanya sudah menyukai targetnya dan tidak dikenalnya, begitu pula korban biasanya juga tidak kenal pelaku.
"Jadi dia melakukan penculikan disertai membius korban atau sedikit memaksa," imbuhnya.
Adapun penculikan yang bertujuan untuk trafficking, kata Ina, kebanyakan korban masih berusia balita. Artinya anak yang masih belum bisa cakap berbicara.
"(Penculikan untuk trafficking) banyak terjadi pada bayi-bayi juga, ini banyak terjadi. Pelaku di sini sebagai agen saja untuk nantinya anak-anak ini diserahkan kepada mereka yang memang menyuruh, artinya bukan pihak yang memang menginginkan anak. Mereka ini punya banyak agen-agen, kejahatannya lebih terorganisir," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Diungkapkan Ina, jika ditilik dari prespektif victimologi rata-rata kasus penculikan anak dilakukan oleh orang yang dikenal korban. Ini juga berlaku pada kasus penculikan MA.
"Jadi 6 bulan sebelumnya sudah kenal dengan orang tua MA. Kebanyakan dari kasus penculikan anak itu, kami selalu memasukkannya dalam victim relationship. Jadi relationship ini karena sebagian besar pasti kenal," tuturnya.
"Anak itu kan sebenarnya enggak gampang, apalagi seusia MA. Anak nggak gampang kan diseret-seret supaya mau ikut. Pasti dia sudah tahu dulu profil (pelaku), sehingga tidak punya kecurigaan akan menculik dia karena (pelaku) kenal dengan orang tuanya," sambungnya.
Ditegaskan Ina sebagian besar kasus penculikan anak dilakukan oleh orang yang dikenal korban. Sehingga tidak terlalu sulit memanipulasi atau membohongi korban.
ADVERTISEMENT
"Misalnya ngaku disuruh jemput ibunya dan si anak akhirnya mau karena merasa kenal. Meskipun dia hanya bertemu satu kali dengan pelaku tapi dia tahu kalau pelaku ini temannya ibunya," tandasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Ina, dalam setiap pengusutan kasus penculikan anak polisi pasti akan menyisir orang-orang di sekeliling keluarga korban.