Marak Aksi Kekerasan, Ortu Harus Ikut Aktif Awasi Pendidikan Anak di Pesantren

Konten Media Partner
14 Maret 2024 10:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi santri sedang belajar di pesantren. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi santri sedang belajar di pesantren. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Belum lama ini muncul kasus penganiayaan di salah satu pondok pesantren di Kediri, Jawa Timur, yang cukup menghebohkan publik karena berujung pada meninggalnya santri bernama Bintang Balqis Maulana (14). Berdasar rekonstruksi kasus oleh polisi, korban mendapatkan perlakuan penganiayaan dari tiga seniornya selama tiga hari di pondok pesantren itu. Menanggapi hal ini, Dosen Sosiologi Pendidikan Unair Dr Tuti Budirahayu Dra MSi menilai, peran dan kontrol orang tua sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya aksi kekerasan di pesantren.
ADVERTISEMENT
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) itu menyebut fenomena kekerasan merupakan hal yang sangat mungkin terjadi di lingkungan pesantren. Mengingat, terdapat norma dan nilai yang berlaku di dalamnya, berbeda dengan lembaga pendidikan pada umumnya.
“Ada norma-norma yang disepakati bersama antar penghuni. Terlebih, biasanya di pesantren, santri yang lebih senior diberikan wewenang oleh Kiai untuk memberikan hukuman jika terdapat pelanggaran,” ujar Tuti, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Kamis (14/3).
“Tapi, yang menjadi persoalan adalah ketika hukuman tersebut sampai memakan korban, berarti ada sesuatu yang berlebih,” tambahnya.
Tuti pun berpendapat, bahwa tindakan kekerasan yang berlebih hingga merenggut korban terjadi karena lemahnya kontrol pihak pengelola pesantren. Sehingga memungkinkan terjadinya kekerasan, perundungan, hingga penganiayaan di dalam pesantren.
ADVERTISEMENT
“Jadi, tidak adanya kontrol yang baik dari para pengurus pondok. Terlebih anak-anak juga jauh dari kontrol orang tua,” ungkapnya.
Pada banyak kasus di masyarakat, tak sedikit orang tua yang memasukkan anaknya ke pesantren karena menganggap pesantren adalah tempat yang tepat. Citra pesantren yang kerap dianggap mampu membentuk lulusan yang bermoral seolah menjadi harapan bagi para orang tua. Namun, tidak jarang pula orang tua memasrahkan begitu saja ketika anak telah berada di pesantren.
Padahal, menurut Tuti, pandangan tersebut bukanlah hal yang tepat. Tuti menilai peran dan kontrol orang tua sangat diperlukan untuk mengantisipasi kekerasan di pesantren. Orang tua tetap harus mengambil peran pada setiap proses pendidikan anak-anaknya. Karena sejatinya, perhatian dari orang tua adalah hal yang dibutuhkan oleh anak.
ADVERTISEMENT
“Meski mungkin masih ada beberapa pesantren yang membatasi interaksi antara orang tua dan santri, itu bukanlah hal yang manusiawi menurut saya,” tegasnya.
“Anak tetap butuh sentuhan orang tua, kasih sayang, dan nilai-nilai kebaikan dari orang tua,” imbuhnya.
Selain itu, meski pesantren banyak mengadopsi nilai-nilai agama dalam proses pendidikannya, namun interaksi di dalamnya tetap ada kemungkinan terjadinya gesekan antar penghuni. Kontrol orang tua dan pengelola pesantren menjadi sangat penting. Karena, pengawasan yang kurang ketat akan memicu adanya gejolak di antara interaksi tersebut.
“Jadi, perlu ada kontrol internal dan eksternal. Selain kasih sayang dan perhatian orang tua, perlu ada kegiatan yang positif yang beragam agar anak tidak bosan. Maka, model pendidikan di pesantren harus ada yang dibenahi,” tandasnya.
ADVERTISEMENT