Masa Depan PLTS Atap Makin Cerah, Pengguna Naik 10 Kali Lipat dalam 3 Tahun

Konten Media Partner
26 Juli 2021 15:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia.
zoom-in-whitePerbesar
Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam tiga tahun terakhir, jumlah pengguna Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap mengalami kenaikan hingga sepuluh kali lipat. Mengutip data Kementrian ESDM, bila pada Maret 2018 hanya ada 351 pengguna PLTS Atap, maka pada Maret 2021 menjadi 3472 pengguna.
ADVERTISEMENT
Meningkatnya animo pemasangan PLTS Atap ini di antaranya adanya Peraturan Menteri (ESDM) No 49/2018 yang memungkinkan pelanggan PLN untuk mentransfer energi listrik yang dihasilkan PLTS Atap kepada PLN dengan skema ekspor impor. Jumlah energi yang ditransaksikan kepada PLN nantinya dapat dikembalikan dalam bentuk potongan tagihan pelanggan.
Menurut aturan yang ada saat ini, tagihan listrik pelanggan dihitung berdasarkan jumlah kWh yang diimpor pelanggan dari PLN dikurangi dengan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor impor dikali 65 persen (0,65).
Menurut Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia, momen ini harus disikapi oleh para pemangku kepentingan utama, antara lain PLN dengan lebih suportif agar timbul ekosistem yang lebih mendukung pencapaian target nasional energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
“Adanya minat yang tinggi di masyarakat dan pengguna harus didukung oleh ekosistem yang kondusif dan kebijakan yang implementatif di level teknis, khususnya PLN. Salah satu yang didorong oleh AESI adalah penguatan regulasi dalam bentuk perbaikan Permen 49/2018 agar bisa lebih mengakselerasi pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia, tentunya ini akan memberikan multiplier effect akan tumbuhnya greenjobs dan menjadi salah satu alternatif pemulihan ekonomi di Indonesia” kata Anthony yang juga yang Direktur PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia atau lebih dikenal dengan merek Utomo SolaRUV dari kelompok usaha Utomodeck.
Pixabay
Dengan pekerjaan rumah besar pemerintah untuk mencapai target energi terbarukan 23% pada 2025 dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai Kesepakatan Paris, partisipasi banyak kalangan sangat penting dan tidak terelakkan.
ADVERTISEMENT
PLTS atap adalah salah satu kontribusi nyata masyarakat untuk target tersebut, yang dapat dilakukan secara cepat di seluruh wilayah Indonesia, serta tidak menggunakan anggaran pemerintah. Instalasi kumulatif 1 GWp PLTS atap dapat menyerap tenaga kerja 20.000 - 30.000 orang per tahun dan mampu menciptakan permintaan untuk pengembangan industri surya dalam negeri - juga menurunkan emisi GRK hingga 1,03 juta ton per tahun.
PLTS atap juga dapat menjadi solusi strategis pemerintah untuk penyediaan akses energi yang berkualitas, berkelanjutan, dan tidak membebani anggaran negara. Pemerintah dapat mengganti subsidi listrik untuk rumah tangga atau kelompok penerima subsidi lain dengan PLTS atap, sehingga mereka dapat menggunakan listrik yang cukup untuk kegiatan produktif dan bahkan tidak perlu membayar listrik.
ADVERTISEMENT
PLN akan diuntungkan dengan kelebihan listrik yang dapat diekspor, dan dalam jangka panjang subsidi listrik akan hilang seluruhnya. Pemasangan 1 GWp PLTS atap untuk penggantian subsidi listrik akan menurunkan jumlah subsidi hingga 1,3 triliun rupiah per tahun.
Meskipun masa depan dan tren PLTS Atap di industri energi terbarukan begitu menarik karena bisa memberikan penghematan pengguna dan mengurangi emisi karbon, ternyata di level implementasi ke pengguna masih perlu perbaikan sehingga lebih banyak pihak terpacu untuk menggunakan PLTS Atap sebagai bagian dari solusi bauran energi yang digunakan.
Salah satunya adalah Tirta Kusuma dari PT PIM Pharmaceuticals, produsen farmasi dan obat-obatan yang memiliki beberapa fasilitas di Jawa Timur.
“Sebagai salah satu pelaku usaha kami melihat PLTS Atap ini adalah salah satu alternatif kami untuk makin kompetitif dan lincah karena bisa menghemat pemakaian listrik dan ikut melestarikan lingkungan. Sayangnya Permen 49/2018 yang begitu menarik belum dapat kami nikmati karena hingga saat ini kami belum bisa mendapatkan penyambungan net metering dari PLN di salah satu gedung kami, meskipun seluruh syarat sudah kami lengkapi sejak tahun lalu," kata Tirta.
ADVERTISEMENT
Tirta berharap adanya pembaruan Peraturan Menteri ESDM ini sehingga bisa ada kepastian dan transparansi permintaan Net Metering terhadap perusahaannya.
Begitu juga dengan Imelda Harsono, Vice Director Samator Group yang juga Direktur PT Aneka Gas Industri Tbk.
“Pabrik Samator di Driyorejo adalah salah satu pionir pengguna energi terbarukan PLTS Atap yang sejak 5 (lima) tahun lalu diatas atap seluas 10.000 m2 atau 1 hektar dengan kapasitas 1 (satu) Megawatt Peak menggunakan investasi dari dana internal.“ ujarnya
Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua Umum AESI Dr Marlistya Citraningrum menjelaskan, menurut survei pasar yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jabodetabek, Surabaya, Bali, dan Jawa Tengah menggarisbawahi aspirasi calon pengguna PLTS atap untuk tingkat keekonomian yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
"Mayoritas responden menginginkan periode balik modal investasi di bawah 7 tahun, dominan di 3-5 tahun. Hal ini tidak dapat dipenuhi oleh regulasi saat ini, yaitu tarif net-metering 1:0.65.” ujarnya
Untuk menghindari mispersepsi maupun kesalahan informasi regulasi di lapangan, AESI mendorong untuk dibentuknya Help Desk bersama antara AESI, Kementrian ESDM dan PLN sehingga untuk kasus yang dialami, para pengguna memiliki kanal pengaduan yang jelas dan transparan.