Konten Media Partner

Masukan dari Kriminolog untuk Kasus Tewasnya Pelajar SMPN 23 Surabaya

26 April 2022 17:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Kematian Valentino Tandjung, siswa yang dilaporkan hilang selama satu bulan lebih dan ditemukan dalam kondisi tewas di belakang sebuah mal di Jalan Kali Rungkut, Surabaya, masih meninggalkan duka mendalam bagi pihak keluarga.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, banyak pula masyarakat yang bertanya-tanya bagaimana remaja 16 tahun dengan kondisi tunagrahita bisa meninggal dunia secara mengenaskan.
Hal ini pun membuat kriminolog dari Universitas Surabaya (Ubaya) Dr. Elfina L. Sahetapy, S.H., LL.M ikut angkat bicara. Menurut Ina, untuk mengetahui seseorang meninggal dunia karena pembunuhan atau bunuh diri perlu dilakukan visum.
"Karena kalau kita belajar dari forensik kedokteran, mereka yang dibunuh baru digantung, sama mereka yang bunuh diri kan tanda-tandanya beda. Yang penting itu lidah, karena lidah itu standart vital yang mudah ditemui. Kalau orang bunuh diri itu lidahnya menjulur keluar. Kalau tidak itu harus di visum lagi untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda dibunuh," kata Ina ketika dihubungi Basra, Selasa (26/4).
ADVERTISEMENT
Ina menuturkan, dengan dilakukannya visum kepada jenazah, tentu akan menjawab apakah korban tersebut dibunuh atau melakukan tindakan bunuh diri.
"Masalahnya, ini dia (korban) divisum atau tidak. Kalau divisum ya bisa sedikit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul di masyarakat. Sebenarnya ibunya ini juga bertanya-tanya Kalau anaknya enggak mungkin bunuh diri. Untuk itu harus divisum dan diperiksa lebih teliti guna mengetahui informasi lebih jelasnya," tuturnya.
Ketika ditanya lebih lanjut terkait dompet korban yang hilang, Ina mengatakan, dari aspek kriminologi, uangnya hilang itu tidak bisa dikatakan jika yang membunuh yang mengambil.
"Apakah kita bisa katakan yang membunuh itu yang ambil uang. Kan bisa juga sebelumnya uangnya sudah hilang, lalu dia ketemu orang lain lalu dibunuh kan juga bisa. Untuk itu, kalau ada sesuatu yang mencurigakan atau kematian yang tidak wajar, harusnya polisi meminta visum meskipun keluarga keberatan. Karena ini kan delik biasa yang harus diteruskan untuk diselidiki," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Apakah kalau korban meninggal kasus sudah selesai dan membiarkan pembunuh itu berkeliaran, kalau kita menganggap ini pembunuhan, kan tidak bisa begitu. Masyarakat juga khawatir. Polisi harus tetap bertindak untuk meminta izin kepada keluarga guna melakukan visum dan penyelidikan," tambahnya.
Agar kejadian seperti ini tidak terjadi, Ina menghimbau masyarakat ketika melihat sesuatu yang mencurigakan agar segera melapor ke pihak berwajib.
"Valent ini kan udah hilang sebulan, itu kan sudah jadi tanda tanya, meskipun keluarga sudah mencari, masak iya tidak ada clue. Apalagi pada waktu dia pergi dia pakai seragam pramuka, dan saat ditemukan dia juga pakai seragam pramuka. Menurut saya, berarti dia sepanjang pagi, siang, sore, malam pakai seragam. Masak tidak ada satu orang pun yang lapor polisi. Apakah masyarakat kita sudah sedemikian acuhnya, sehingga ketika ada anak hilang tidak ada yang melapor. Harusnya kita punya kepedulian. Nah kalau dia selama sebulan tidak berkeliaran, berarti dia ditampung di rumah seseorang, ini juga harus dicari tahu siapa. Karena ada kemungkinan selama sebulan hal-hal apapun bisa terjadi, sampai kemudia terjadi pembunuhan. Itu ada korelasinya tentang pembunuhan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Tak lupa, ia juga berpesan kepada orang tua untuk membuatkan anak identitas seperti KTP. Agar saat terjadi sesuatu, anak bisa meminta bantuan.
"Karena agar kemanapun anak-anak pergi kita bisa mengecek, karena ini larinya bisa ke perdagangan anak, karena anak gampang dibawa keluar mask pulau dan luar negeri. Jadi jika sewaktu-waktu kalau dia tersesat gampang untuk menghubungi infomasi orang tua yang ada di identitias itu. Apalagi untuk anak berkebutuhan khusus, sehingga hal-hal seperti ini tidak terjadi, " pungkasnya.