Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Mengenal Arca Joko Dolog, Jejak Kerajaan Singosari di Surabaya
1 Juli 2019 17:46 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
ADVERTISEMENT
Jangan takut mati gaya saat sedang berkunjung ke Surabaya. Selain ada museum dan bangunan bersejarah warisan pemerintah kolonial Belanda, Surabaya juga punya koleksi benda-benda purbakala yang masih terjaga sampai sekarang. Di antaranya ada arca Joko Dolog, peninggalan Kerajaan Singosari yang bisa dijumpai di Jalan Taman Apsari, Surabaya.
ADVERTISEMENT
Arca Joko Dolog ini dulunya hendak dibawa ke Belanda untuk diabadikan di koleksi Museum Leiden. Tapi karena kapal muatannya penuh, arca ini pun ditinggalkan begitu saja oleh pemerintah Belanda di sebuah bangunan yang kini adalah SMA Trimurti di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya.
Jalan Taman Apsari dan Jalan Gubernur Suryo memang berdekatan, jaraknya hanya sekitar 50 meter.
Arca Joko Dolog ini sebenarnya berasal dari Desa Kandang Gajah, Trowulan, Mojokerto. Pada tahun 1817 dengan tujuan akan dibawa ke negeri Belanda menggunakan kapal, arca ini pun dipindahkan ke Surabaya.
Kata Wewe Iswandi, salah satu anggota Komunitas Prabu Kertanegara, yang turut merawat Arca Joko Dolog, saat dikunjungi Basra, Senin (1/7), arca Joko Dolog merupakan perwujudan dari Prabu Kertanegara, Raja Singosari yang terakhir.
"Arca ini dibuat untuk menghormati Kertanegara, putra Wisnu Wardhana sebagai Raja Singosari pada masa itu. Prabu Kertanegara terkenal karena kebijaksanaannya dan pengetahuannya yang luas dalam bidang hukum," kata Wewe, Senin (1/7).
ADVERTISEMENT
Pada bagian lapik atau dudukan Arca Joko Dolog terdapat prasasti berupa sajak, memakai huruf Jawa kuno, dan berbahasa Sansekerta.
Wewe mengatakan, hingga kini belum ada satu ahli sejarah pun yang dapat membaca tulisan pada dudukan arca Joko Dolog secara utuh. Kalaupun terbaca hanya sepenggal saja.
Nama panggilan Joko Dolog sendiri menurut Wewe berasal dari budaya ludruk di Surabaya.
"Dulu dalam ludruk ada kisah Joko Dolog yang sangat fenomenal, dan arca ini saat ditemukan tak jauh dari pohon dolog. Jadilah arca ini dikenal dengan sebutan Joko Dolog," kisahnya.
Di komplek situs peninggalan sejarah ini selain arca utama Joko Dolog, terdapat pula arca-arca yang lebih kecil di sepanjang jalan masuk. Serta sebuah tempayan air sebagai tempat air suci yang terletak di bagian sebelah kiri gapura.
ADVERTISEMENT
Artefak-artefak itu didatangkan dari Gunung Penanggungan, Trowulan.
"Kalau artefak yang di sekitar Arca Joko Dolog tidak ada kaitannya dengan arca utama karena memang hanya tambahan saja, sebagai pelengkap koleksi disini," imbuhnya.
Tempat wisata sejarah ini banyak dikunjungi oleh masyarakat yang ingin melihat lebih dekat Arca Joko Dolog ini.
"Adik-adik sekolah dan mahasiswa banyak juga yang datang ke sini. Mereka biasanya rombongan dan datang pagi hari," ujarnya.
Nah, teman Basra dapat menjadikan arca Joko Dolog ini sebagai destinasi tempat wisata sejarah mengisi libur sekolah. Pastinya seru bisa belajar sejarah kerajaan nusantara di sini. (Reporter : Masruroh / Editor : Windy Goestiana)