Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Konten Media Partner
Mengenal Heri Kuswanto, Guru Besar Ilmu Statistik yang Termuda di ITS
30 Maret 2021 14:48 WIB
ADVERTISEMENT
Di usianya yang baru menginjak 39 tahun, Prof Dr rer pol Heri Kuswanto MSi, baru saja dikukuhkan sebagai guru besar statistika di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
ADVERTISEMENT
Heri mengangkat orasi tentang pemanfaatan komputasi statistik sebagai solusi untuk mengatasi ketidakpastian di era big data.
Dalam orasinya, Heri yang tercatat sebagai guru besar termuda ini menjelaskan bahwa untuk mewujudkan suatu keputusan yang tepat diperlukan adanya pendekatan yang paling optimal.
Salah satunya dengan memanfaatan komputasi statistik sebagai solusi dalam mengatasi ketidakpastian di era big data ini.
Untuk itu, ia menerapkan pendekatan ensembel guna menghasilkan performansi prediksi yang lebih bagus daripada hanya memanfaatkan model tunggal.
"Karena ketidakpastian itu selalu ada atau pasti. Oleh sebab itu perlu adanya suatu pendekatan untuk mengurangi ketidakpastian di berbagai fenomena yang serba lincah, tidak menentu, kompleks, dan ambigu. Salah satu langkah yang umumnya digunakan adalah melakukan pemodelan statistika," kata Heri, Selasa (30/3).
ADVERTISEMENT
Ahli komputasi statistika ini menjelaskan bahwa dalam ilmu statistika, ketidakpastian atau biasa disebut probabilitas dapat dijawab dengan dua pendekatan. Pertama dengan pendekatan teoritis melalui justifikasi kebenaran sifat-sifat penaksiran yang harus dipenuhi dalam kaidah statistika.
Namun, dalam kasus tertentu tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan ini. “Sehingga perlu digunakan pendekatan kedua yakni secara komputasi yang saat ini sudah menjadi backbone dari modern data science,” jelas Heri.
Heri menambahkan bahwa kondisi pada era big data ini sudah tidak bisa lagi menggunakan model statistika klasik untuk hasil yang akurat. Hal ini dikarenakan data besar dapat menimbulkan kemungkinan bias pada sampel dan tingkat interdependensi yang lemah, tapi meluas pada data yang menambah risiko ketidakpastian.
Akan tetapi, metode-metode statistika yang dikembangkan saat ini masih didominasi oleh prinsip pemilihan model terbaik atau selection. Model ini dilakukan dengan cara membandingkan beberapa jenis metode dan mencari metode dengan nilai rata-rata error terkecil.
ADVERTISEMENT
“Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi model, terdapat ketidakpastian dalam metode selection tadi,” ucapnya.
Oleh karena itu, munculnya konsep kombinasi yang didasari pada kenyataan bahwa satu model tidak selamanya mendominasi model yang lain. Hal ini bertujuan untuk menangkap ketidakpastian dan konsep ini dinamakan ensemble approach.
Terdapat banyak jenis metode dalam pendekatan ensembel, beberapa metode yang digunakan oleh Heri adalah Random Forest (RF), Logistic Regression Ensemble (Lorens), dan Bayesian Model Averaging (BMA).
Metode pertama yakni RF. Yakni suatu algoritma yang digunakan pada klasifikasi data dalam jumlah yang besar. Klasifikasi RF dilakukan melalui penggabungan pohon (tree) dengan melakukan training pada sampel data yang dimiliki.
“Beberapa penelitian saya yang menggunakan metode RF adalah untuk memprediksi kekeringan di Nusa Tenggara Timur menggunakan output TRMM dan MERRA serta penelitian performansi Random Forest dibandingkan metode lainnya untuk mendeteksi kasus epilepsi,” ungkap doktor Statistika lulusan Leibniz Hannover University, Jerman ini.
ADVERTISEMENT
Metode kedua adalah Lorens yang merupakan pendekatan ensembel untuk klasifikasi berbasis regresi logistik. Lorens dapat mengatasi permasalahan data dengan dimensi yang besar atau high dimensional data yang tidak dapat dimodelkan dengan regresi logistik.
Dengan memanfaatkan metode ini, Heri telah membuahkan beberapa penelitian seperti klasifikasi enzim pada obat dan prediksi kasus Alzheimer.
Sementara metode ketiga yang digunakan oleh penerima Harvard Residency Program on Solar Geoengineering ini adalah BMA. Menurutnya, BMA dapat melakukan pemilihan model terbaik yang melibatkan ketidakpastian model dengan BMA merata-ratakan distribusi posterior dari semua model yang mungkin terbentuk. BMA mampu menentukan variabel mana saja yang relevan dengan data yang ada.
“Metode BMA seringkali digunakan sebagai pendekatan untuk melakukan kalibrasi sehingga didapatkan suatu prediksi berupa interval yang tidak terlalu lebar, namun akurasinya tinggi,” imbuh Koordinator Divisi Riset dan Pengembangan Ikatan Statistisi Indonesia (ISI) ini.
ADVERTISEMENT
Heri juga telah berkolaborasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait aplikasi ensemble forecast menggunakan BMA untuk melakukan prediksi cuaca di Indonesia dengan memanfaatkan output HyBMG. Prediksi ini sangat berguna juga sebagai referensi kalender tanam untuk petani.
Selain itu, Heri juga tengah mengembangkan sistem prediksi kekeringan di Indonesia dengan output dari North America Multimodel Ensemble (NMME) yang dikalibrasi menggunakan BMA.
“Ke depannya, diharapkan sistem ini akan dapat membantu pemangku kepentingan terkait prediksi cuaca jangka pendek dan musiman, sebagai langkah mitigasi bencana kekeringan, maupun hidrometeorologi lainnya,” pungkasnya.