Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten Media Partner
Mengunjungi Makam Panglima Perang Andalan Majapahit di Surabaya
28 Oktober 2019 16:48 WIB

ADVERTISEMENT
Bagi penyuka kisah sejarah Kerajaan Majapahit, tentu tak asing dengan nama Raden Kudo Kardono. Beliau adalah panglima perang Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Jayanegara. Siapa sangka, tempat peristirahatan terakhir Raden Kudo Kardono ternyata ada di Surabaya. Tepatnya di Jalan Cempaka 25.
ADVERTISEMENT
Menurut Mbah Sumali, salah seorang juru kunci makam, Raden Kudo Kardono merupakan komandan perang kepercayaan Raja Jayanegara. Dimana pada masa pemerintahan Jayanegara ini sering terjadi pemberontakan di beberapa wilayah kekuasaan Majapahit. Tak terkecuali pemberontakan di Surabaya yang dipimpin Ra Kuti pada tahun 1319 Masehi.
"Raja Jayanegara kemudian mengirim Pangeran Kudo Kardono untuk menumpas pemberontakan yang dipimpin Ra Kuti. Karena keberhasilannya, Eyang Kudo Kardono akhirnya mendapat hadiah tanah perdikan di Sungai Asin (kini jadi daerah Kaliasin) dan mengembangkan kawasan disini yang dulu dikenal bernama Tegal Bobot Sari (sekarang Tegalsari,red)," jelas kakek berusia 80 tahun ini kepada Basra, Senin (28/10).
Masih menurut cerita Mbah Sumali, Raja Jayanegara merupakan raja kedua setelah Raden Wijaya. Ia memerintah kerajaan Majapahit pada masa tahun 1309-1328 Masehi.
ADVERTISEMENT
Penemuan makam Eyang Kudo Kardono terjadi pada zaman pemerintahan Belanda. Kala itu golongan pribumi Gumintosongo lah yang menemukan makam tersebut.
"Gumintosongo adalah kumpulan orang pribumi ketika mereka babat alas (membuka lahan) di wilayah ini," ujar Mbah Sumali.
Meski memiliki nama asli Kudo Kardono, namun sosok Panglima Perang Kerjaan Majapahit ini lebih dikenal masyarakat dengan penyebutan Eyang Yudho Kardono.
"Sejak pesarehan (makam) ini dipugar sekitar tahun 1960an ada penyebutan Eyang Yudho Kardono itu. Saat beliau tiba di wilayah ini (Surabaya,red) ada pemberontakan besar. Nah, masyarakat kan ambil gampangnya, teringat perang besar yang disebut Bharata Yudha. Akhirnya, ya itu, nama eyang disebut di depannya, Yudho," jelas Mbah Sumali.
Di sekitar luar area utama makam tepatnya sebelah kanan akan dijumpai makam Eyang Wahyu. Menurut Mbah Sumali, Eyang Wahyu merupakan penasehat perang Panglima Kudo Kardono. Di depan makam Eyang Wahju ini terdapat sumur yang dianggap keramat.
ADVERTISEMENT
"Banyak peziarah yang minta air sumur keramat untuk mengobati penyakit kulit. Tapi air sumurnya sudah tidak bisa diminum karena sudah tercampur zat-zat berbahaya," tukasnya.
Memasuki ruang utama makam Eyang Kudo Kardono ada dua kuburan yang merupakan prajurit setia Eyang Kudo Kardono. Sementara di setiap jendela ruang utama makam terpampang gambar tokoh pewayangan, seperti Bima Sena, Semar, Bagong, Sencaki, dan Antasena.
Menurut Mbah Sumali, pemasangan tokoh pewayangan tersebut bukan tanpa alasan.
"Tokoh-tokoh wayang disini yang berkarakter baik, sebagai pengingat kepada peziarah bahwa selama hidup di dunia itu harus selalu bersikap baik," kata Mbah Sumali.
Sementara itu di depan pintu masuk makam yang telah ditetapkan Pemkot Surabaya sebagai bangunan cagar budaya ini, terpasang lambang negara Pancasila, dan bendera merah putih di sisi sebelah kiri, serta lambang bendera Kerajaan Majapahit di sisi sebelah kanan.
ADVERTISEMENT
Adapun di dalam ruangan makam Eyang Kudo Kardono, selain makam Sang Panglima Perang terdapat pula empat makam lainnya yang disebutkan Mbah Sumali sebagai makam para abdi dalem Eyang Kudo Kardono.
Di area pemakaman Eyang Kudo Kardono juga terdapat bangunan mirip candi yang di dalamnya ada tiga patung, seperti patung Sudra, Waesa, dan Brahmana. Sanggar atau candi ini sering dipakai tempat sembahyang untuk umat Hindu.