Menikmati Segar dan Nikmatnya Rujak Sayur Asin, 'Kimchi' ala Suroboyo

Konten Media Partner
26 Juli 2019 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rujak sayur asin kreasi Sutopo. Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Rujak sayur asin kreasi Sutopo. Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
ADVERTISEMENT
Kuliner hasil fermentasi sawi bernama kimchi asal Korea boleh saja jadi populer di dunia, semenjak melejitnya fenomena Korean Wave. Namun nyatanya, bukan cuma orang Korea yang bisa mengolah sawi hasil fermentasi menjadi kuliner nikmat, arek Suroboyo juga!
ADVERTISEMENT
Di Kota Pahlawan, sawi hasil fermentasi diolah menjadi rujak sayur asin. Makanan perpaduan Jawa dan Tionghoa ini sudah beredar di Surabaya sejak tahun 1970-an. Dulu, penjual rujak sayur asin berdagang dengan gerobak yang didorong mengelilingi kampung, kini kita bisa temukan beberapa penjualnya di Jalan Diponegoro.
Salah satu penjual rujak sayur asin yang Basra temui adalah Sutopo. Sudah 19 tahun lamanya, Sutopo berjualan rujak sayur asin menggunakan resep dari keluarga sang istri, Asma. Sawi hasil fermentasi yang dibuat ibu dari Asma terbilang sederhana.
Pertama-tama, sawi direndam dengan air panas sampai teksturnya lunak, kemudian baru dicampur dengan cuka, garam, bawang putih, dan air. Diamkan satu malam, lalu sawi fermentasi itu siap dikonsumsi.
Sutopo saat sedang berjualan. Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
Dulu, Sutopo berjualan rujak sayur asin dari Kampung Simo ke Pondok Candra. Jarak sejauh lebih dari 13 kilometer itu ditempuhnya dengan mengayuh sepeda.
ADVERTISEMENT
''Dulu pertama jual harganya Rp 2.500, laku 30 porsi seharian jualan,'' kata Sutopo pada Basra, Jumat (26/7).
Kini, harga seporsi rujak buatan Sutopo dijual Rp 13 ribu. Dalam sehari, dia bisa menjual 100 porsi.
Tangan Sutopo sangat cekatan saat membuatkan pesanan. Di atas kertas bungkus berwarna cokelat, Sutopo meletakkan 2-3 sendok petis berbumbu yang diracik khusus oleh sang istri. Setelah itu, bapak tiga anak ini akan berurutan menuangkan kecap manis, irisan lombok sesuai permintaan, dan taburan bawang goreng.
Setelah bumbu petis siap, potongan fermentasi sawi diletakkan di atasnya beserta tahu dan acar timun. Tak ketinggalan, taburan kerupuk melengkapi sajian rujak sayur asin. Rasa rujak sayur asin tak berubah dari dulu, segar asam manis gurih.
Sutopo, penjual rujak sayur asin di Jalan Diponegoro Surabaya. Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
Dalam kuliner khas Tionghoa, sayur asin sering digunakan sebagai teman makan baikut atau iga babi. Sedangkan di Indonesia, sayur asin dikonsumsi dengan bumbu petis yang rasanya lebih bisa diterima masyarakat lokal.
Foto-foto: Windy Goestiana/Basra
Bila ingin mencicip rujak sayur asin milik Sutopo, dia memberi nama dagangannya dengan "Rujak Sayur Asin 5+2". Ternyata Sutopo punya makna khusus di balik 5+2.
ADVERTISEMENT
''Dalam bahasa Jawa, 5+2 = tujuh atau pitu. Buat saya pitu itu sama dengan pitulungan atau pertolongan. Supaya saya selalu ingat kalau dagangan saya ramai itu bukan karena rasanya enak, tapi karena pertolongan Allah,'' kata Sutopo pada Basra, Jumat (26/7).
(Reporter: Windy Goestiana)