Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.7
25 Ramadhan 1446 HSelasa, 25 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

ADVERTISEMENT
Sepuluh tahun dari sekarang, Indonesia akan memasuki 'periode emas' karena terjadi bonus demografi. Saat momen itu terjadi, jumlah penduduk usia produktif (15-84 tahun) di Indonesia lebih banyak dibanding penduduk usia tidak produktif.
ADVERTISEMENT
Tahun 2030 diprediksi menjadi puncak dari bonus demografi di Indonesia karena penduduk usia produktif mencapai 64 persen.
Momen langka ini sebenarnya bisa jadi kesempatan emas untuk membuat kemajuan di segala lini pembangunan. Namun bila SDM tak siap, maka akan menimbulkan masalah sosial ekonomi yang cukup berat seperti pengangguran bertambah, kriminalitas meningkat, buta aksara yang tidak teratasi, dan jebakan pendapatan menengah (middle income trap).
Persoalan mengenai fenomena bonus demografi ini dibahas lebih lanjut pada acara Kuliah Umum Business Outlook 2020 bertema “SDM Unggul Indonesia Menuju Puncak Bonus Demografi 2030” yang diadakan oleh Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (FB UKWMS) pada Rabu (26/2).
Acara yang diikuti oleh civitas akademika UKWMS ini menghadirkan Dr. Drs. H. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si., Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden RI dan Prof. Anita Lie, MA., Ed.D. Guru Besar Bidang Kurikulum Pendidikan UKWMS sebagai narasumber.
Terkait persiapan SDM, Ngabalin menekankan beberapa hal seperti pembentukan iman serta akhlak, budaya, serta pendidikan. “SDM Indonesia harus memiliki intellectual knowledge sehingga bisa menerjemahkan apa yang ia pikirkan ke dunia luar. Selain itu perlu juga untuk memantapkan bahasa agar pikiran tersebut juga bisa dikomunikasikan ke dunia internasional,” jelas Ngabalin.
ADVERTISEMENT
Selain itu menurut Ngabalin, sehubungan dengan budaya, intellectual knowledge juga penting untuk menjaga budaya Indonesia yang plural.
Ia menyoroti mengenai isu ekstremisme yang terjadi di Tanah Air, serta aksi yang telah dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan permasalahan tersebut. Pada kesempatan yang sama ia mengatakan, terlepas dari apapun suku dan agama yang dimiliki, semua orang punya hak yang sama untuk tinggal di Indonesia.
Poin ini kemudian diapresiasi oleh Prof. Anita Lie sebagai persiapan yang memang harus dilakukan Indonesia untuk bonus demografi. “Kestabilan politik saya kira diperlukan untuk membangun SDM dan negara,” katanya.
Ditinjau dari segi pendidikan, Prof. Anita Lie membahas berbagai data statistik terkait dengan SDM, seperti human capital index Indonesia yang masih berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.
ADVERTISEMENT
Akademisi UKWMS ini kemudian mengkritisi angka partisipasi sekolah yang menurutnya sudah bagus, namun secara kualitas kurang baik. Ia mendapati masih adanya kualitas pencapaian belajar yang belum merata pada wilayah Indonesia.
“Menurut saya, peningkatan mutu guru juga diperlukan. Guru saja sekarang jumlahnya sudah tiga juta, yang berarti satu orang guru bisa mengajar sampai 16 orang anak. Lalu, dari segi anggaran pendidikan, sebenarnya ada yang bisa lebih diperhatikan lagi, apakah pemerintah selama ini menerapkan spending much (menghabiskan banyak uang) ataukah spending smart (menghabiskan uang secara cerdas),” katanya.
Prof Anita juga mengingatkan anak-anak muda harus sigap dalam mempersiapkannya mulai sekarang.