Mukarim Lawan Abrasi, Sendiri Tanami 140 Hektar Pesisir Pantai dengan Mangrove

Konten Media Partner
25 Januari 2024 7:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hutan mangrove seluas 140 hektare di kawasan Pantai Penunggul, Nguling, Pasuruan. Foto foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Hutan mangrove seluas 140 hektare di kawasan Pantai Penunggul, Nguling, Pasuruan. Foto foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, memiliki kawasan wisata mangrove yang jadi kebanggaan. Pantai Penunggul namanya. Di balik keindahan pantai mangrove di kawasan ini terdapat jasa besar seorang pria bernama Mukarim yang merupakan warga setempat. Berkat tangan dingin Mukarim terciptalah kawasan mangrove seluas 140 hektare di kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum tahun 1986, desa Penunggul, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, yang merupakan kawasan pesisir sering terjadi abrasi. Bahkan air laut kerap meluap kini hampir mencapai pemukiman warga. Hal ini lantas mendorong seorang nelayan setempat bernama Mukarim melakukan sesuatu demi menyelamatkan kawasan tempat tinggalnya.
"Di tahun 1986 bapak mulai menanam mangrove. Itu rutin dilakukan setiap hari. Pohon mangrove itu diambil bapak dari pantai di Probolinggo saat bapak melaut mencari ikan dan kepiting," ungkap Subagio, putra dari Mukarim, saat ditemui Basra di kawasan Pantai Penunggul, belum lama ini.
Subagio melanjutkan, Mukarim mengetahui tentang manfaat mangrove setelah bertanya pada warga sekitar pantai Probolinggo. Banyaknya mangrove yang ditanam di kawasan tersebut membuat Mukarim penasaran.
Setelah mengetahui manfaat pohon mangrove yang cukup besar bagi keselamatan kawasan pesisir pantai, Mukarim lantas mencoba menanam mangrove di kawasan tempat tinggalnya. Setiap selesai melaut dari Probolinggo, Mukarim rutin menanam mangrove.
Subagio, putra mendiang Mukarim, pelopor hutan mangrove Pantai Penunggul.
Aksi Mukarim tersebut lantas menjadi gunjingan warga Desa Penunggul. Bahkan julukan orang gila disematkan kepada Mukarim karena melakukan hal yang dianggap warga di luar nalar dan aneh.
ADVERTISEMENT
"Pas bapak mulai nanam mangrove di sini, warga mulai rasan-rasan (bergunjing), bahkan bapak disebut gila. Dulu kan warga sini belum tahu manfaat pohon mangrove, jadi apa yang dilakukan bapak itu dianggap aneh," terang Subagio.
Subagio melanjutkan, meski mendapat julukan orang gila tak membuat semangat sang ayah bercocok tanam mangrove di kawasan tersebut memudar. Bahkan Mukarim semakin terlecut menanam mangrove.
Setiap pulang mencari kepiting dan ikan di pantai Probolinggo, ia selalu menyempatkan diri untuk menanam mangrove. Setiap pagi, siang hingga malam hari pun ia tetap menanam mangrove. Mukarim menyakini jika apa yang dilakukannya akan bermanfaat di masa yang akan datang.
Kesabaran dan kegigihan Mukarim mulai terbayar. Tahun 1999 hasil jerih payahnya mulai terlihat. Kawasan bibir pantai seluas 50 hektar dipenuhi dengan rimbunnya tanaman mangrove. Ratusan bibit mangrove yang ia tanam itu tumbuh subur. Abrasi dan banjir rob yang dulunya sering terjadi mulai tidak terjadi karena rimbunnya pohon mangrove di kawasan pesisir pantai Penunggul. Bahkan biota laut di kawasan tersebut yang mulai bermunculan memudahkan nelayan setempat bekerja.
ADVERTISEMENT
"Sebelum ada hutan mangrove di sini, nelayan kalau mencari ikan harus ke Probolinggo karena dulu di sini tidak ada biota laut seperti ikan atau pun udang. Nah setelah ada hutan mangrove baru lah di sini banyak tumbuh biota laut," papar Subagio.
Menyadari apa yang dilakukan Mukarim bermanfaat bagi pesisir pantai Penunggul, warga setempat mulai berubah pikiran. Tak lagi mengolok, warga justru mulai membantu Mukarim menanam hingga merawat mangrove di kawasan tersebut.
Atas jerih payahnya itu, pada 2001, Mukarim dipanggil pihak desa untuk menerima penghargaan. Hingga akhirnya, konsistensi dan perjuangan Mukarim terdengar oleh pemerintah kabupaten Pasuruan.
Bahkan pada 2005, peristiwa yang tak disangka itu datang, Mukarim diundang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jakarta. Di ibu kota itu, ia menerima penghargaan Kalpataru, sebuah penghargaan tingkat nasional di bidang lingkungan.
ADVERTISEMENT
"Bapak dapat Kalpataru sebagai perintis lingkungan," imbuh Subagio.
Mukarim mendapat julukan sebagai pelestari lingkungan. Dari tangan Mukarim ini pula, jutaan bibit mangrove dihasilkan untuk disebar ke seluruh wilayah Indonesia.
"Di sini ada budidaya mangrove yang selalu dikirim ke berbagai daerah. Banyak yang ambil bibit mangrove dari sini," tandas Subagio.
Subagio menegaskan jika dirinya akan menjaga pantai Penunggul sebagai peninggalan sang ayah yang telah berpulang ke pangkuan Ilahi di usia 74 tahun pada awal Maret 2023 silam. Apalagi saat ini kawasan pantai Penunggul masih belum dibuka lagi untuk umum sebagai imbas pandemi COVID-19
"Di sini kan juga ada wisata pantai mangrove tapi tutup karena pandemi COVID-19. Insya Allah tahun ini akan dibuka lagi, kami masih koordinasi dengan Pemkab. Semoga secepatnya bisa buka lagi," pungkas Subagio.
ADVERTISEMENT