Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Mulai Dikejar Satpol PP dan Dicibir, Cerita Obed Mewarnai Surabaya dengan Mural
16 Desember 2020 17:01 WIB

ADVERTISEMENT
Seni melukis di tembok atau mural di Surabaya terus berkembang. Terbukti, hampir di setiap sudut kota dapat dijumpai mural. Berkembangnya mural di Surabaya tak terlepas dari peran Obed Bima Wicandra. Dosen jurusan DKV UK Petra ini bahkan bisa disebut sebagai pelopor seni mural di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Obed mulai mengenalkan mural kepada khalayak Surabaya pada 2005. Kala itu Obed yang baru hijrah dari Jogyakarta memandang Surabaya kurang akan sentuhan seni.
"Waktu itu mural belum dikenal di Surabaya. Padahal Jogjakarta sudah mengawalinya. Dari situ, saya kepikiran untuk membawa mural ke Surabaya," ujar Obed kepada Basra, Rabu (16/12).
Bukan hal mudah bagi Obed mewujudkan keinginannya tersebut. Kendala pertama, tentu saja soal media. Dibutuhkan media tembok yang luas dan lebar, lebih pas lagi jika di ruangan publik.
Bersama rekan sejawatnya di kampus, pelan tapi pasti Obed mewujudkan mimpinya membawa mural ke Kota Pahlawan.
Gambar tentang kampanye AIDS di sebuah tembok tak jauh dari kampusnya menjadi karya mural pertama Obed di Surabaya kala itu.
Di tahun yang sama, Obed menghadap Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono. Dia mengenalkan seni mural kepada jajaran pemerintah kota. Dari sana, Obed dan kawan-kawan mendapat kesempatan untuk membuat pameran mural.
ADVERTISEMENT
Di penghujung 2005, Obed dan teman-teman dosen membuat Gerakan Mural Surabaya, sebuah pameran mural dalam media tripleks yang mengelilingi balai kota itu menjadi gebrakan awal.
"Dari situ orang Surabaya mulai kenal mural," imbuh pria kelahiran 25 Januari 1977 ini.
Meski mural mulai dikenal namun kenyataan di lapangan tak seindah harapan Obed. Berniat ingin mempercantik tembok kosong di sudut kota, Obed
malah menjadi sasaran petugas Satpol PP. Masih minimnya pemahaman masyarakat akan kesenian mural kerap menjadikan Obed dan kawan-kawan sebagai sasaran kejar-kejaran Satpol PP.
"Ya dianggap mengotori tembok apalagi di ruangan publik. Kalau nggak dikejar Satpol PP, ya dipandang minor warga, dicibir. Dianggap kurang kerjaan nyoreti tembok," kenang Obed.
ADVERTISEMENT
Halangan tidak berhenti di sana. Kesalahpahaman sempat terjadi antara komunitas mural Obed dan para seniman grafiti. Maklum, grafiti juga menggunakan media tembok. Saat itu, Obed mengaku nyaris dikeroyok oleh komunitas grafiti. Beruntung kesalahpahaman tersebut dapat terselesaikan dengan kepala dingin.
Meski demikian Obed tak pantang menyerah. Berbagai kendala justru menjadi penyemangat bagi Obed untuk terus membuat mural. Hingga puncaknya saat awal penyelenggaraan lomba Green and Clean di tahun 2007, menjadi angin segar bagi Obed.
"Pas lomba Green and Clean itu kan setiap kampung peserta lomba bikin mural. Dari situ masyarakat makin paham dan menerima mural," jelasnya.
Bagi Obed, mural memiliki daya tarik tersendiri. Selain karena medianya baru, di luar media kertas, mural juga lebih dekat dengan masyarakat. Artinya pesan yang disampaikan akan lebih mengena.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita lagi bikin mural pasti ada warga yang tanya,'Mas lagi bikin gambar apa?' Nah dari situ ada interaksi dengan warga, akhirnya pesan dapat langsung tersampaikan," tukasnya.
Dia juga mencontohkan di masa pandemi seperti sekarang, mural banyak dipakai sebagai media sosialisasi gerakan 3M.
"Gerakan pakai masker, cuci tangan, sampai social distancing. Pesan ini banyak disampaikan lewat mural bahkan sampai ke kampung-kampung," ujarnya.
Meski mural awalnya sebagai seni jalanan, namun Obed menegaskan seiring penerimaan masyarakat, kini tak sedikit seniman yang menjadikan muralis sebagai profesi. Mural tak hanya menghiasi tembok di ruang publik, tapi sudah merambah ke kafe hingga hotel.
"Sekarang banyak kok kafe maupun hotel yang menggunakan jasa muralis untuk mempercantik tempat mereka. Jadi mural sekarang bukan lagi hasil karya orang yang kurang kerjaan. Apalagi sekarang jamannya medsos, tempat yang ada muralnya pasti jadi lokasi foto-foto," pungkas Obed.
ADVERTISEMENT