Napak Tilas RKZ, Tempat Dirawatnya Korban Perang 10 November 1945

Konten Media Partner
10 November 2020 10:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah Sakit Katolik St. Vincentius A. Paulo atau yang lebih dikenal dengan nama RKZ, pernah menjadi rumah sakit tempat dirawatnya korban perang 10 November 1945. Foto-foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Rumah Sakit Katolik St. Vincentius A. Paulo atau yang lebih dikenal dengan nama RKZ, pernah menjadi rumah sakit tempat dirawatnya korban perang 10 November 1945. Foto-foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Berjuluk Kota Pahlawan tentunya Surabaya memiliki banyak tempat bersejarah, salah satunya adalah Rumah Sakit Katolik St. Vincentius A. Paulo atau yang lebih dikenal dengan nama RKZ. Berdiri sejak tahun 1925, RKZ pernah dipakai untuk rumah sakit Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut guna merawat korban pertempuran yang meletus di Surabaya pada 10 November 1945.
ADVERTISEMENT
"Dulu lokasi RKZ berada di jalan Undaan, namun karena pasiennya semakin banyak akhirnya pindah ke Reiners Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro) di tahun 1934," ujar Sr. Augusta Surijah, SSpS. Direktur Umum & Administrasi/Keuangan RKZ Surabaya, kepada Basra, Selasa (10/11).
Bangunan RKZ di Jalan Diponegoro kini telah berusia 86 tahun namun tak ada perubahan berarti pada bangunan bergaya kolonial Belanda tersebut. Gedung hingga cungkup dari rumah sakit masih dipertahankan bentuknya hingga sekarang.
Suster Augusta lantas mengungkapkan Fermont-Cuypers adalah arsitek bangunan RKZ. Ciri-ciri karya arsitektur asal Belanda tersebut adalah detail dan ornamen. Detail karya sang arsitektur bisa dilihat pada lantai marmer rumah sakit dan pengerjaan taman yang membentang luas di area tengah rumah sakit.
Sr. Augusta Surijah, SSpS. Direktur Umum & Administrasi/Keuangan RKZ Surabaya, menunjukkan detail dinding rumah sakit yang diarsiteki Cuypers.
"Tidak ada yang berubah ya, semua masih sama seperti dulu. Kami hanya melakukan perbaikan kecil di bagian dalam tanpa merubah strukturnya. Dan kami juga memperluas lahan rumah sakit karena seiring makin banyaknya pasien," jelas Suster Augusta.
ADVERTISEMENT
Selain bangunan yang masih bertahan, sejumlah peralatan medis di jaman kolonial Belanda juga dimiliki RKZ. Hanya saja peralatan medis tersebut kini tersimpan di museum Siola.
"Peralatan medis jaman Belanda sekarang tersimpan di museum Siola sesuai permintaan ibu Wali (Wali Kota Tri Rismaharini)," imbuh Suster Augusta.
Suster Augusta berkisah, berdirinya RKZ bermula pada tahun 1920an dimana muncul keinginan untuk mendirikan sebuah rumah sakit Katolik untuk melayani masyarakat. Kemudian pejabat gereja kala itu membentuk sebuah kelompok atau perkumpulan bernama Roomsch Katholiek Ziekenhuis (RKZ) untuk merealisasikannya. 
Hamparan taman yang membentang di area tengah rumah sakit ini masih sama seperti awal bangunan RKZ berdiri.
Tahun 1924-1925 terjadi penutupan klinik-klinik dan praktek dokter di Surabaya oleh Pemerintah Belanda. Kelompok RKZ lantas mendapat kesempatan untuk mempercepat realisasi berdirinya rumah sakit dengan menyewa salah satu bekas klinik di Jl Oendaan (sekarang Jalan Undaan).
ADVERTISEMENT
"Namun saat itu tidak didukung oleh tenaga perawat untuk menjalankannya. Maka atas usaha pejabat gereja setempat waktu itu, diundanglah para suster biarawati untuk bekerja di Surabaya. Mereka adalah para biarawati dari Kongregasi Suster Misi Abdi Roh Kudus atau Servae Spiritus Sanctus (SSpS), yang berpusat di Belanda," jelasnya.
Setelah menempuh perjalanan jauh selama berbulan-bulan dari Styel, Belanda, pada tanggal 3 Mei 1925, 6 suster tiba di Surabaya dan langsung melayani warga. Bersamaan dengan kedatangan SSps itu, berdirilah rumah sakit yang kini dikenal masyarakat dengan nama RKZ.