Konten Media Partner

Nekat Keluyuran Saat PSBB, Epidemiolog: Ventilator di Surabaya Raya Hanya Ada 52

15 Mei 2020 6:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dok. Humas Pemkot Surabaya.
zoom-in-whitePerbesar
Dok. Humas Pemkot Surabaya.
ADVERTISEMENT
Warga Surabaya yang masih mengabaikan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sebaiknya berhati-hati. Aturan PSBB yang dilanggar tidak hanya bisa menimbulkan sanksi administrasi seperti penolakan perpanjangan SIM dan SKCK selama enam bulan, tapi juga karena ada alasan yang lebih gawat.
ADVERTISEMENT
Dari data yang dimiliki Dr. dr. Windhu Purnomo, MS, Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya, total keseluruhan ventilator yang dimiliki Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo ternyata hanya 52 buah saja.
"Bayangkan kalau ada 100 pasien butuh ventilator, yang bisa selamat kan hanya lima puluh orang saja. Yang lainnya meninggal karena nggak dapat ventilator," kata Windhu saat dihubungi Basra pada Kamis (14/5).
Sementara itu dokter spesialis paru yang disiapkan untuk menangani COVID-19 di Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo juga hanya berjumlah 91 orang. Sementara dokter spesialis penyakit dalam sebanyak 182 orang, dan dokter spesialis anestesi sekitar 128 orang.
"Selain itu kapasitas bed dan ruang isolasi di Jatim sudah sangat terbatas. Pasien COVID-19 di Jatim ini sudah kelebihan 500 orang dari fasilitas bed yang dimiliki. Idealnya rumah sakit di Surabaya Raya hanya bisa menampung 1.500 pasien COVID-19 tapi sampai minggu lalu ada 2 ribu pasien. Artinya 500 pasien lainnya sudah tidak mendapatkan bed isolasi yang seharusnya mereka dapatkan. Overload," kata Windhu.
ADVERTISEMENT
Perbandingan antara tenaga medis yang kurang dan kapasitas rumah sakit yang terbatas bisa mendatangkan situasi gawat darurat untuk penanganan kasus COVID-19 di Surabaya.
"Ada 2 ribu orang positif COVID-19 di Surabaya Raya, mereka hanya ditangani 91 dokter spesialis paru. Ini enggak cukup. Artinya 1 dokter spesialis harus mengurus 20 pasien. Itu berat, tidak gampang. Kalau kasus terus-terusan terjadi, kematian akan meningkat," tegas Windhu.