Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Omicron Merebak, Eks Menristekdikti: Kuliah Online Harus Dipercepat
19 Februari 2022 9:09 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Merbaknya Varian Omicron memaksa dunia pendidikan mulai dari tingkat dasar, hingga perguruan tinggi kembali menggelar kuliah secara online (daring). Meski demikian, tak sedikit kampus merasa ragu karena kuliah online tak semudah bayangan.
ADVERTISEMENT
Prof. Mohamad Nasir selaku Staf Ahli Wakil Presiden Republik Indonesia sekaligus Mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, mengajak kampus untuk segera menghancurkan tembok penghalang kesulitan pembelajaran daring.
Menurutnya, kuliah online tidak bisa ditunda karena pertaruhannya bukan hanya tentang kesehatan, tapi juga perkembangan teknologi.
“Jika kita bisa mempercepat kuliah online dan digitalisasi perguruan tinggi, serta mengintegrasikan seluruh sistem informasi melalui university activities. Maka kita bisa menyelesaikan masalah besar perguruan tinggi, menghindari penyebaran virus, menghadirkan akses yang inklusif, serta menghadirkan pendidikan yang berkualitas untuk semua. Momentum Pandemi COVID-19 ini menjadi blessing in disguise (berkah tidak terduga) jika kita bisa manfaatkan untuk kemajuan pendidikan,” kata Prof. Nasir dalam webinar bersama Komunitas SEVIMA, Sabtu (19/2).
ADVERTISEMENT
Ia menuturkan, selama dua tahun terakhir, pandemi telah mengharuskan perkuliahan secara online. Sayangnya, kesulitan terus dihadapi kampus karena perkuliahan secara online menganggap kuliah online sebagai Distance Learning (perkuliahan dengan jarak).
Sehingga, cara mengajarnya sama persis dengan ketika kuliah dilakukan secara offline, namun medianya saja dipindahkan secara online.
“Cara mengajarnya masih sama seperti menggunakan papan tulis. Mahasiswa datang, dosen datang, di waktu yang sama, mendengarkan materi di jam yang sama, melihat layar berjam-jam sampai ada keluhan matanya terasa pedih. Ini bukan kuliah online, ini hanya memindahkan kuliah dengan media komunikasi!,” ungkapnya.
Untuk itu, percepatan perlu dilakukan dengan menerapkan kuliah online yang terintegrasi atau sistem Learning Management System (LMS). Dengan sistem LMS, dosen bisa berbagi materi, menyelenggarakan kuis dan ujian, serta merekap nilai dan melaporkannya, dalam sekali klik.
ADVERTISEMENT
Bahkan tidak menjadi soal, jika dosen dan mahasiswa tidak ketemu di waktu yang sama. Dosen cukup merekam penjelasannya dan mengunggah soal kuis, lalu mahasiswa bisa mengakses rekaman dan mengerjakan kuis kapan saja.
“Kuliah online yang terintegrasi ini perlu kita percepat. LMS akan memberikan wadah bagi mahasiswa dan dosen untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara synchronous (langsung) atau asynchronous (komunikasi terjadwal),” tuturnya.
Menurut Prof. Nasir, banyak sekali keuntungan yang bisa didapatkan dosen dan mahasiswa ketika menerapkan kuliah online yang terintegrasi. Keuntungan ini bahkan sudah terbukti di beberapa kampus.
Seperti di University of Agder di Norwegia misalnya. Saat dikunjungi Prof. Nasir pada 2018 lalu, universitas tersebut telah menyelenggarakan kuliah online yang terintegrasi dan bisa diikuti puluhan ribu mahasiswa dari penjuru dunia.
ADVERTISEMENT
Kampus ini bahkan mengajarkan bedah saraf dengan metode Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), dimana mahasiswa bisa menggunakan alat yang menampilkan seolah-olah mereka sedang melakukan operasi bedah secara nyata.
Artificial Intelligence dan aplikasinya dalam praktikum dunia kesehatan, juga telah diselenggarakan di kampus dalam negeri seperti STIKES Mitra Husada Bekasi dan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).
Pasalnya, kuliah online yang terintegrasi tidak hanya meringankan tugas dosen, namun juga mempercepat kuliah mahasiswa. Karena belajar dan praktek bisa dilakukan kapan saja (anytime), dan dimana saja (anywhere and anyplace).
“Kuliah blok dokter bedah tema ini yang informasinya mencapai 16 minggu, dengan AI bisa satu sampai dua minggu tuntas. Rasio dosen mahasiswa pun tidak jadi soal, karena satu profesor bisa saja seribu mahasiswa karena semua serba otomatis dengan LMS. Alatnya sudah ada, tinggal kita merubah mindset,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT