Konten Media Partner

Pakar di Surabaya Ingatkan Efisiensi Anggaran Tak Boleh Sentuh Aspek Strategis

23 Februari 2025 9:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi efisiensi anggaran. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi efisiensi anggaran. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Bayang-bayang pemotongan anggaran pendidikan kian menguat, menimbulkan kegelisahan di tengah tantangan Indonesia Emas 2045. Pemerintah berdalih, langkah ini bagian dari strategi efisiensi fiskal. Namun, benarkah efisiensi atau justru ancaman bagi kualitas pendidikan nasional?
ADVERTISEMENT
Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga (Unair), Prof Dr Tuti Budirahayu Dra M Si, menilai kebijakan itu harus ditelaah lebih lanjut.
Menurutnya, pemangkasan anggaran tidak boleh membebani sektor krusial seperti infrastruktur pendidikan dan peningkatan kapasitas tenaga pengajar.
“Kalau pemeliharaan atau peningkatan sarana belajar dipotong, itu sangat berbahaya. Fasilitas sekolah yang rusak, laboratorium tidak memadai, keterbatasan akses fasilitas belajar semuanya berujung pada penurunan kualitas pendidikan,” ujar Prof Tuti dalam keterangannya, seperti dikutip Basra, Minggu (23/2).
Tak hanya itu, pemotongan dana juga berisiko menekan program pengembangan guru. Padahal, peningkatan kompetensi pendidik tak bisa ditawar.
“Pemangkasan untuk pelatihan guru harus dipertimbangkan matang. Jika ada efisiensi, jangan sampai program utama yang mendukung kompetensi pendidik justru dikorbankan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini juga dinilai berdampak pada moral tenaga pendidik dan semangat belajar siswa. Program beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang selama ini menopang siswa dari keluarga kurang mampu kini berada dalam ketidakpastian.
“Masyarakat dan mahasiswa gelisah karena informasi simpang siur. Pemerintah harus segera memberikan kepastian agar tidak menimbulkan keresahan lebih dalam,” tegasnya.
Ia mengingatkan, komunikasi yang buruk dalam kebijakan ini bisa berujung pada menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Jika pendidikan dianggap sekadar program pendukung, bukan prioritas, trust issue akan semakin dalam. Padahal, negara maju selalu menjadikan pendidikan sebagai pilar utama,” katanya.
Di sisi lain, Prof Tuti menilai, efisiensi anggaran bisa menjadi momentum untuk menertibkan penggunaan dana pendidikan yang selama ini dinilai kurang transparan.
ADVERTISEMENT
“Banyak anggaran dihambur-hamburkan dengan tujuan yang tidak jelas. Jika efisiensi ini dilakukan dengan kontrol ketat dan transparan, justru bisa meningkatkan akuntabilitas,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan, efisiensi tak boleh menyentuh aspek strategis yang menentukan kualitas pendidikan.
“Program literasi, penguatan kapasitas guru, kesejahteraan tenaga pendidik, semua harus tetap menjadi prioritas. Jika efisiensi dilakukan sembrono, dampaknya panjang terhadap kualitas SDM Indonesia di masa depan,” tegasnya.
Ia menyarankan agar penghematan anggaran dilakukan berbasis data dan audit menyeluruh.
“Harus dipastikan, sektor yang dipangkas memang bukan yang esensial. Kalau menyangkut mutu pendidikan, sebaiknya jangan dipotong. Justru harus diperkuat,” katanya.
Menurutnya, pendidikan bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga membangun generasi yang cerdas, kritis, dan siap menghadapi tantangan global. Karena itu, setiap kebijakan harus mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap sistem pendidikan nasional.
ADVERTISEMENT