Konten Media Partner

Pakar Psikologi Keluarga Ungkap Pernikahan Beda Agama Bisa Bikin Anak Bingung

28 Juli 2023 15:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pixabay.
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Mahkamah Agung (MA) resmi melarang semua pengadilan untuk mengabulkan pencatatan pernikahan berbeda agama dan keyakinan.
ADVERTISEMENT
Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-umat yang Berbeda Agama dan Keyakinan.
Menanggapi hal itu, pakar Psikologi Keluarga Prof Dr Nurul Hartini SPsi MKes Psikolog, mengungkapkan, pasangan yang menikah dengan perbedaan agama memiliki tantangan yang lebih besar daripada pasangan dengan keyakinan yang sama.
Hal itu karena perbedaan agama menjadi salah satu perbedaan yang cukup curam dalam hubungan pasangan.
“Kalau kita bahas agama, itu adalah keyakinan yang memang diyakini kebenarannya. Karena setiap agama memiliki hal yang berbeda dengan apa yang diyakini. Walaupun kita sama-sama yakin bahwa Tuhan itu ada,” ungkapnya, Jumat (28/7).
Prof Nurul menjelaskan, memutuskan untuk menikah berbeda agama dan tidak ada yang mau berkorban, sebenarnya sudah menandakan bahwa mereka memang sulit disatukan sejak awal.
ADVERTISEMENT
Padahal bagi sebagian orang, agama menjadi hal yang esensial dalam kehidupan mereka. "Akhirnya, bukan tidak mungkin ke depan akan banyak permasalahan yang timbul akibat perbedaan itu," jelasnya.
Selain itu, permasalahan lain akan timbul ketika pasangan tersebut memiliki anak. Dalam hal ini, anak dibuat bingung di saat kedua orang tuanya menanamkan nilai yang berbeda, meskipun ia menyadari bahwa sangat memungkinkan mereka mampu hidup dengan perbedaan tersebut akibat toleransi yang tinggi.
“Saya yakin setiap dari kita pasti inginnya apa yang kita tanamkan untuk anak-anak itu adalah hal-hal yang kebenarannya memang benar menurut kita,” tuturnya.
Ia mengatakan bahwa gama merupakan hal penting dalam diri seorang manusia, karena hal tersebut akan mempengaruhi dan memberikan warna pada diri pribadi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, agama juga menjadi pondasi dalam kita berpikir, bersikap, hingga memberikan respons. “Kalau memang sulit disatukan, mungkin memang bukan pernikahan jalan untuk mempersatukan. Kita tetap saudara, tapi bukan disatukan dalam ikatan tali pernikahan,” tukasnya.