Pakar Transportasi ITS Ungkap 2 Permasalahan yang Selalu Terjadi di Masa Mudik

Konten Media Partner
15 April 2024 10:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi macet. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi macet. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, pergerakan masyarakat cenderung meningkat ketika memasuki masa mudik lebaran. Pada periode Idul Fitri 2024, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia memperkirakan jumlah masyarakat yang melakukan mudik mencapai 193,6 juta jiwa, meningkat 13,7% dari tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Anoraga Jatayu ST MSi, mengatakan bahwa lonjakan pemudik tahun ini masih merupakan imbas dilonggarkannya pembatasan sosial pandemi COVID-19 sejak 2022 lalu.
“Di satu sisi kita harus lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat akan pergerakan yang sempat tertahan,” ungkap pria yang akrab disapa Aga itu.
Menurut Aga, momentum mudik kali ini kembali diiringi oleh permasalahan yang terjadi dari tahun ke tahun, yakni kemacetan dan kesiapan infrastruktur. Peningkatan kapasitas jalan yang tidak sebanding dengan lonjakan pengguna jalan menyebabkan kemacetan di beberapa titik rawan, contohnya kemacetan intens yang terjadi di Pelabuhan Merak, Banten. Antrean panjang kendaraan mencapai sepuluh kilometer (km) untuk menyeberang pulau.
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi kemacetan yang terjadi dengan mengoptimalkan kapasitas infrastruktur yang ada lewat berbagai adaptasi. Lelaki asal Madiun ini menuturkan, adaptasi yang dilakukan berupa rekayasa lalu lintas seperti one way, contra flow, dan kebijakan ganjil genap yang telah diberlakukan di titik-titik krusial kemacetan.
“Adaptasi lalu lintas lazim dilakukan pada momentum seperti ini,” tambah Aga.
Lebih lanjut, kebijakan one way diberlakukan dengan mengalihkan semua ruas jalan guna mengatasi arus kendaraan yang menumpuk menuju satu arah. Berbeda dengan one way, kebijakan contra flow hanya mengalihkan sebagian arus lalu lintas sehingga dapat bergerak ke arah yang berlawanan dengan yang biasanya diizinkan. Sedangkan ganjil genap diterapkan untuk membantu pemilihan waktu mudik masyarakat berdasarkan nomor pelat kendaraan.
ADVERTISEMENT
Di samping analisis titik penting untuk pemberlakuan kebijakan, dosen dari Laboratorium Transportasi dan Analisa Spasial PWK ITS ini menekankan pentingnya pemilihan waktu kebijakan tersebut dilakukan.
“Analisis ini didasarkan pada tren waktu mudik tahun sebelumnya, waktu cuti bersama pekerja dan pelajar, ketersediaan moda transportasi, hingga pemantauan kondisi ekonomi,” ujarnya.
Selain adaptasi yang dilakukan untuk mengakomodasi masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, adaptasi dalam penyediaan transportasi umum juga terus dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan armada bus serta penambahan jadwal keberangkatan pesawat dan kereta api untuk daerah yang masyarakatnya memiliki permintaan mobilitas tinggi.
Melihat pola waktu arus mudik dan penetapan cuti bersama, puncak arus balik diperkirakan akan terjadi dua hingga tiga hari setelah hari raya, bertepatan dengan akhir pekan. Waktu yang terbatas pada arus balik akan berdampak pada masifnya kendaraan di beberapa lokasi.
ADVERTISEMENT
“Secara kapasitas waktu yang disediakan tidak cukup, tetapi adaptasi dari pengguna jalan juga perlu dipertimbangkan,” tambah pria berkacamata itu.
Melalui momentum mudik lebaran 2024 ini, Aga mengungkapkan harapannya agar pemerintah dapat memberikan sosialisasi pada masyarakat terkait jalur dan waktu yang direkomendasikan, serta rute yang harus dihindari. Melalui analisis para pakar, masyarakat dapat secara bijak menentukan waktu yang tepat untuk melakukan mudik.
“Perlu pengintegrasian dan penyediaan informasi yang lebih baik agar mudik ke depannya lebih lancar,” tutup Aga.