Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Pakar Ungkap Fenomena Live Tiktok Mandi Lumpur Akibat Kurangnya Moral dan Etika
11 Januari 2023 13:00 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Saat ini tren tayangan langsung atau live di media sosial Tiktok tengah diminati masyarakat. Pasalnya, akun yang melakukan live akan mendapat uang dari gift berbagai macam karakter yang dikirimkan oleh penonton. Gift yang diperoleh ini dapat ditukar dengan uang asli.
ADVERTISEMENT
Bahkan baru-baru ini, masyarakat dihebohkan dengan adanya tayangan langsung di TikTok yang menampilkan seseorang mandi di kubangan air bercampur lumpur.
Yang lebih miris, pemeran dalam tayangan langsung itu kebanyakan merupakan orang tua atau lanjut usia.
Menanggapi hal itu, Angga Prawadika Aji SIP MA mengatakan, saat ini media sosial menjadi tempat untuk mendapatkan dua hal, yaitu kepopuleran dan uang.
Maka tak heran, jika para penyedia konten di media sosial tengah berlomba untuk menyajikan sesuatu yang dapat menarik perhatian masyarakat.
“Orang-orang ini berupaya untuk menarik perhatian dengan berbagai macam strategi, salah satunya live mandi lumpur di Tiktok itu,” katanya. Angga, Rabu (11/1).
Angga menjelaskan, jika praktik ini sudah lama terjadi. Menurutnya, tayangan eksploitasi kemiskinan sudah sering kali muncul dan penontonnya banyak.
ADVERTISEMENT
“Tujuannya tentu untuk mendapat popularitas dan bersaing dengan penghasil konten lain. Di mana popularitas ini bisa menghasilkan uang. Mau tidak mau praktik eksploitasi kemiskinan semacam ini diakui bisa menarik perhatian orang banyak,” jelasnya.
Dosen Departemen Komunikasi FISIP Unair ini menambahkan, perlombaan untuk menarik perhatian masyarakat, menjadikan para kreator konten media sosial sering melupakan nilai moral dan etika yang sejatinya harus selalu mereka junjung.
Fenomena eksploitasi kemiskinan menurut Angga hanyalah permulaan saja. Bahkan ke depannya praktik semacam ini bisa terjadi lebih ekstrem untuk menarik perhatian masyarakat.
“Masalahnya adalah kurangnya pemahaman atas moral dan etika di internet serta keinginan mendapat popularitas secara singkat,” tukasnya.