Konten Media Partner

Pasien Corona yang Tanggung Biaya APD 4 Hari Tak Diswab, Total Biaya Rp 26 Juta

12 Juni 2020 15:16 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nur Laily, istri dari M. Shochib.
zoom-in-whitePerbesar
Nur Laily, istri dari M. Shochib.
ADVERTISEMENT
Bukan rahasia bila perawatan pasien COVID-19 di Indonesia begitu mahal tarifnya. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan terkait petunjuk teknis biaya perawatan pasien COVID-19 di RS rujukan, tarif paling murah perawatan pasien COVID-19 di rumah sakit adalah Rp 7,5 juta per hari.
ADVERTISEMENT
Dengan catatan, pasien ini tidak memiliki penyakit komorbid atau penyerta, lalu diisolasi tanpa tekanan negatif dan tanpa ventilator.
Sementara, biaya perawatan paling mahal adalah Rp 16, 5 juta per hari untuk pasien yang memiliki komorbid dan dalam gejala berat, sehingga ditempatkan di ruang ICU dan menggunakan ventilator.
Seorang pasien di Surabaya bernama M. Shochib begitu terkejut saat dirinya menerima tagihan perawatan rumah sakit sebesar Rp 26.714.000. Shochib merupakan pasien yang dirawat dengan protokol COVID-19 di RS Al-Irsyad Surabaya
Pada Minggu 24 Mei 2020 Shochib mengalami gejala batuk, sulit bernapas, dan demam tinggi. Oleh sang istri, Nur Laily, Shochib diantar ke RS Al-Irsyad Surabaya.
Saat sampai di rumah sakit, petugas medis menduga Shochib memiliki gejala COVID-19. Akhirnya petugas pun melakukan rapid test pada Shochib dan hasilnya reaktif.
ADVERTISEMENT
Melihat hasil tes tersebut, pihak rumah sakit pun menyarankan pada Nur Laily untuk membawa sang suami ke RS rujukan COVID-19 di Surabaya.
"Jadi petugas di sana sudah menyarankan untuk ke RS rujukan khusus COVID-19 karena mereka (RS Al-Irsyad) bukan RS rujukan. Tapi karena itu sudah malam dan saya dengar kata orang-orang di sana kalau penuh semua, akhirnya saya putuskan untuk tetap dirawat di Al-Irsyad," kata Nur Laily saat dihubungi Basra, Jumat (12/6).
Pihak RS Al-Irsyad pun menjelaskan pada Laily kalau tarif prosedur perawatan COVID-19 di tempat mereka sekitar Rp 4 juta. "Jadi itu termasuk ruang isolasi, APD, obat, dan lain-lain. Tapi enggak ada omongan kalau APD saja harganya Rp 1,5 juta per hari," kata Laily.
ADVERTISEMENT
Anehnya, setelah diketahui hasil rapid test reaktif dan Shochib sudah menempati ruang isolasi untuk perawatan COVID-19, tapi Shochib baru menjalani tes swab PCR di hari keempat.
Tagihan biaya APD sebesar Rp 1,5 juta per hari yang dibebankan pada pasien.
Setelah tahu sang suami belum menjalani uji swab, Laily meminta pada dokter dan perawat agar segera melakukan swab untuk memastikan keberadaan virus corona di tubuh sang suami. "Padahal suami saya juga sudah difoto toraks dan diketahui ada bercak putih di paru-parunya. Tapi swab baru dilakukan di hari keempat, Itu juga saya yang minta," kata Laily.
Setelah dilakukan tes swab, hasil swab Shochib baru diketahui 6 hari kemudian atau pada 3 Juni 2020. "Jadi sudah 10 hari di rumah sakit tes swabnya negatif COVID-19. Saya tanya dokter lalu bercak putih di paru-paru itu apa, katanya virus. Tapi enggak dijelaskan virus apa. Saat itu juga saya minta suami saya dibawa pulang," kata Laily.
ADVERTISEMENT
Betapa terkejutnya Laily saat hendak membayar tagihan ternyata biaya perawatan Shochib mencapai Rp 26.714.000. "Pas saya baca saya kaget kalau APD (alat pelindung diri) yang dipakai tenaga medis sampai Rp 15 juta," kata Laily.
Dalam tagihan tersebut tertulis 'APD Cover All Set III/hari Rp 1,5 juta'. Artinya selama 10 hari dirawat, biaya APD Shochib mencapai Rp 15 juta.
Biaya perawatan sebanyak puluhan juta tersebut dirasakan berat bagi Laily dan Shochib. Ini karena sehari-hari Shochib bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah perusahaan di Surabaya.
"Akhirnya saya utang ke saudara. Saya utang separuh dari total biaya perawatan. Mau gimana lagi saya kan harus bawa pulang suami saya," kata Laily.
Melalui video yang dikirimkan pada Basra pihak Rumah Sakit Al Irsyad Surabaya membenarkan kalau biaya APD pasien diduga COVID-19 tersebut dibebankan pada pasien.
ADVERTISEMENT
Manager Operasional RS Al Irsyad Surabaya Dr Salim Ubaid mengatakan, RS Al Irsyad bukanlah rumah sakit rujukan untuk pasien COVID-19. Meski begitu pihaknya juga akan siap jika dimainta untuk merawat pasien COVID-19.
Pemeriksaan rapid test.
"Kalau kita harus merawat, kita pun harus melindungi juga karyawan kita, staf perawat kita, medis, harus memakai alat pelindung diri ( APD) yang standart. Itukan tidak murah," tutur Salim dalam keterangan pers-nya.
Ia juga mengungkapkan, jika pihaknya tidak mendapatkan klaim penuh dari pemerintah. Untuk itu, pihaknya menarik biaya dari pasien.
"Tapi misal dari pemerintahan ada yang cair, kita kembalikan sesuai dengan yang dibayarkan oleh pemerintah. Contohnya, kita habis Rp 12 juta kita klaimkan ke pemerintah dan turun Rp 10 juta, kita kembalikan Rp 10 juta. Kami tidak akan mendzolimi pasien, kita berjalan sesuai aturan yang sudah digariskan oleh pemerintah dan juga organisasi profesi untuk perawatan pasien COVID-19," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Dr Salim tidak menjelaskan lebih lanjut bagaimana proses pengembalian dana pada pasien tersebut. Sementara Nur Laily, istri Shochib juga mengaku tidak mendapat penjelasan terkait dana perawatan yang bisa dikembalikan. "Nggak ada (penjelasan pengembalian dana perawatan)," pungkas Laily.
Basra pun mencoba menanyakan tanggapan Kepala Dinas Kesehatan Surabaya, Febria Rachmanita terkait kejadian ini namun belum mendapat respon.