Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.90.0
Konten Media Partner
Pendidikan Disebut Berhasil Saat Ortu Tak Tanya Lagi soal Nilai
3 Mei 2023 13:28 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Sejak kurikulum merdeka belajar diterapkan, sudah banyak hal yang berubah pada sistem pendidikan nasional.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkapkan oleh ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan. Ia menuturkan, setidaknya ada dua hal yang dulunya menjadi tantangan bagi kemajuan pendidikan Indonesia.
Pertama, adanya ujian nasional yang memaksa guru mengajar secara tekstual atau hanya berdasarkan textbook. Dalam hal ini, murid dipaksa mengerjakan soal latihan setiap hari agar mendapat nilai yang bagus pada ujian nasional.
"Orientasinya tidak pada kompetensi murid namun penguasaan materi yang sangat banyak. UN itu multibeban, buat mengukur prestasi murid, sekolah, kepala daerah. Tidak ada kepala daerah yang mau namanya tercoreng, jadi dia menekan ke dinas pendidikan, dinas menekan ke sekolah, sekolah ke guru, guru ke murid,” tuturnya, Rabu (3/5).
Sebagai perbaikannya, saat ini evaluasi murid dipisah dari evaluasi sekolah dan daerah melalui Asesmen Nasional (AN). Murid yang mengikuti AN tidak tahu nilainya, karena memang tidak digunakan untuk mengukur kompetensi Individu.
ADVERTISEMENT
"AN itu memberikan gambaran kondisi sekolah, sehingga hasilnya dapat mendorong sekolah dan dinas pendidikan fokus pada hal yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki," tambahnya.
Tantang kedua yaitu kurikulum yang terlalu banyak konten atau materi pembelajaran. Bukik menyebut, jika kurikulum di Indonesia termasuk yang materinya paling padat. Namun, di kurikulum merdeka materi pembelajaran sudah lebih ringkas.
“Penguasaan materi yang begitu banyak membuat kita harus mengkompensasi yang lain, yang lebih penting, yaitu life skill. Keterampilan presentasi, keterampilan negosiasi, keterampilan memberikan pendapat,” sebutnya.
Bukik pun menganalogikan hal tersebut dengan belajar memasak. Saat murid harus belajar 100 resep masakan, maka mereka hanya akan fokus menghafal semuanya.
Namun, jika hanya belajar lima resep, maka murid memiliki banyak waktu untuk mengeksplorasi, mempraktikkan, menanyakan pendapatnya ke orang sekitar, menelusuri alasan penggunaan bahan yang digunakan, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Ia berharap, penerapan Kurikulum Merdeka Belajar yang sudah memasuki tahun ketiga akan semakin baik.
“Salah satu tolok ukur keberhasilannya adalah ketika pertanyaan orang tua berubah, dari ‘kamu dapat nilai berapa?’ jadi ‘kamu sudah bikin apa?’ Murid bisa berkontribusi, bisa banyak berbuat untuk masyarakat dan Indonesia,” tutup Bukik.