Konten Media Partner

Pentingnya Skrining Calon Dokter Spesialis Agar Tak Depresi saat Masa Pendidikan

27 Juni 2024 6:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Prof Budi Santoso, usai pengukuhan dokter spesialis. Foto: Masruroh/Basra
zoom-in-whitePerbesar
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Prof Budi Santoso, usai pengukuhan dokter spesialis. Foto: Masruroh/Basra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu lalu ramai diberitakan terkait banyaknya mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang mengalami depresi. Terkait hal ini Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) Prof Budi Santoso buka suara.
ADVERTISEMENT
Menurutnya pendidikan PPDS di luar negeri juga mengalami hal yang sama. Namun, jangan terlalu dilebih-lebihkan karena sampai saat ini prevalensi PPDS di Indonesia yang mengalami depresi sangat kecil. Penelitian dari Kementerian Kesehatan bahwa 22,4% peserta PPDS di Indonesia mengalami gejala depresi.
"Kalau di luar negeri prevalensi nya malah lebih dari 22,4 %. Jadi angka di Indonesia masih relatif kecil," tukas Prof Budi saat ditemui Basra usai pengukuhan dokter spesialis FK Unair, (26/6).
Prof Budi melanjutkan, depresi bermula dari stres saat menjalani masa pendidikan dan setiap pendidikan pasti mengalami fase stres, baik melewati ujian ketika sekolah, masuk pekerjaan, apalagi pendidikan dokter spesialis. Pendidikan memang waktu seseorang ditempa untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman.
ADVERTISEMENT
“Proses stres bisa terjadi di semua level pendidikan. Kewajiban kita bersama menciptakan suasana pendidikan yang happy dan tidak menakutkan,” tegasnya.
Menurutnya, skrining awal perlu dilakukan kepada calon dokter spesialis sebelum menjalani masa pendidikan. Skrining awal ini salah satunya dilakukan melalui tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) atau tes psikologi untuk menentukan mahasiswa cocok atau tidak dengan spesialisasi yang dipilih.
“Dari hasil tes MMPI itu, kalau nilainya tiga ke bawah, tidak direkomendasikan (lanjut ke spesialis). Tapi kalau nilainya lima ke atas baru direkomendasikan," terangnya.
Namun belakangan, mahasiswa PPDS yang sudah memenuhi standar minimal nilai, ternyata masih bisa berubah ketika dites ulang usai menjalani pendidikan.
“Ada, itu yang sedang kami lakukan penelitian. Bisa (berubah). Jadi gini kalau sudah proses diterima ada masalah dulu sekolah pinter, sekarang penelitian gak dikerjakan, menangani pasien problem terus, lalu MMPI ulang ternyata gak cocok. Ini sebabnya apa, nah ini yang sedang kami teliti," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Ada pun bidang spesialis menurut Prof Budi yang memiliki beban kerja berat yakni ada pada bidang bedah jantung, obgyn, hingga kardiologi.