Konten Media Partner

Pernah Dipanggil 'Bidan', Ini Kisah Reinhard yang Punya Cita-cita Jadi Perawat

26 Mei 2024 11:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Reinhard saat pelantikan sebagai perawat. Foto: Humas Unusa
zoom-in-whitePerbesar
Reinhard saat pelantikan sebagai perawat. Foto: Humas Unusa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Reinhard Agusthinus Runalawang, adalah non muslim yang menjadi salah satu peserta lulusan Profesi Ners yang dilantik dan diambil sumpahnya pada Sumpah Profesi di Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Selain berbeda keyakinan dengan banyak rekannya, Reinhard juga minoritas dari sisi gender. Satu angkatan di kelasnya hanya ada 4 laki-laki. Minat pada bidang kesehatan dan ingin membantu banyak orang menjadi motivasi besar pria asal Kepulauan Aru, Maluku, untuk melanjutkan studinya ke Profesi Ners.
Meskipun berada dalam kelompok minoritas di profesi yang didominasi oleh perempuan, hal itu tidak menghalangi Reinhard untuk mencapai cita-citanya.
Reinhard bercerita, dirinya pernah dipandang sebelah mata saat praktik di rumah sakit, karena dirinya seorang pria, bahkan ada yang memanggilnya sebagai “bidan”. Reinhard menekankan bahwa yang terpenting adalah dedikasi dan passion.
“Jadi perawat itu merupakan panggilan hati, sejak kecil saya ingin jadi dokter atau perawat karena memang saya ingin bantu banyak orang terutama mengenai kesehatan. Walaupun sempat diremehkan bahkan di bully, tapi itu tidak mematahkan tekad saya,” ujarnya.
Selama ini, Reinhard telah memiliki pengalaman menjadi perawat di beberapa tempat. Ia pernah bekerja di sebuah home care, pernah juga bekerja di Klinik Pusura Rungkut Surabaya dan Rumah Sakit St. Vincentius a Paulo Roomsch Katholiek Ziekenhuis (RKZ) Surabaya.
ADVERTISEMENT
Pria kelahiran Benjina, 30 Desember 1999 itu mengungkapkan keputusannya untuk berkuliah di Surabaya bermula dari saudaranya yang juga kuliah di Surabaya serta ingin mengupdate ilmu yang dimiliki ke Pulau Jawa.
Ia juga menceritakan jika dirinya memiliki culture shock saat pertama kali menjejakkan kaki untuk studi di Surabaya.
“Awal studi ke Jawa selain tidak paham bahasanya, makanannya kurang cocok di lidah saya, tapi lambat laun saya terbiasa dan yang mengesankan juga harga (makanan) di sini relatif lebih murah daripada di Ambon,” ungkapnya.
Reinhard juga mengungkapkan bahwa walaupun dirinya juga sebagai minoritas yang beragama kristen, tapi selama studi ia mendapatkan kenyamanan dan keamanan di Unusa.
“Selama studi di Unusa saya mendapatkan toleransi tinggi dari teman-teman, itu juga yang membuat saya betah di sini,” tukasnya.
ADVERTISEMENT
Anak pertama dari tiga bersaudara itu menceritakan selain berkuliah, ia juga bekerja mengurus bisnis keluarganya. Walaupun sempat mengalami penurunan berat badan drastis saat menjalani dua kesibukan tersebut, tetapi dirinya berusaha memprioritaskan diri untuk menyelesaikan studinya.
“Selama ini saya juga membantu keluarga mengurus bisnis, jadi sesekali bolak-balik antara Ambon-Surabaya, tantangannya memang dalam pembagian waktu. Jadi, ketika dapat shift pagi, malamnya saya urus bisnis, begitupun sebaliknya. Untungnya urusan bisnis ini fleksibel, walaupun capek, tetapi dukungan dan semangat dari keluarga jadi kekuatan saya,” ujarnya.
Saat ditanya rencana karier ke depan, Reinhard mengatakan bahwa dirinya ingin sepenuhnya berdedikasi menjadi perawat dan tinggal di Surabaya. Ia juga akan meninggalkan bisnis keluarganya dan menyerahkan kepada adiknya.
ADVERTISEMENT
“Dari awal saya ingin menjadi perawat, dan saya senang tinggal di Surabaya, jadi rencananya saya ingin fokus menjadi perawat di sini,” tandasnya.